Oleh: Prof. Zainal Arifin
Pendahuluan
Waspada.co.id – Perubahan Institut Agama Islam Negeri (IAIN tahun 1973) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN tahun 2014) di Sumatera Utara membawa konsekuensi logis, yaitu upaya mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk sains, teknologi, dan ilmu sosial. Proses ini dikenal sebagai islamisasi ilmu pengetahuan berdasarkan Kepres No. 131 tahun 2014. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis implementasi islamisasi ilmu pengetahuan di UIN Sumatera Utara, khususnya di Fakultas Dakwah, berdasarkan pengalaman penulis selama 11 tahun transformasi tersebut (2014-2025).
Analisis dan Temuan
Penulis mengidentifikasi lima paradoks utama yang menghambat proses islamisasi ilmu pengetahuan di UIN Sumatera Utara. Pertama, Dominasi Scopus dan Kuantifikasi Penelitian. Standar publikasi ilmiah internasional yang berfokus pada Scopus cenderung mengutamakan penelitian kuantitatif dan kualitatif lapangan, sementara kajian klasik keislaman terpinggirkan.
Hal ini menyebabkan para ahli tafsir, hadis, fikih, dan dakwah yang menguasai metode penelitian agama, tetapi kurang mendalam dalam ilmu-ilmu keislaman klasik, lebih diuntungkan. Dampaknya, terjadi pergeseran fokus dari kedalaman ilmu keislaman ke metodologi penelitian yang bersifat umum.
Kedua, Dekonstruksi Ilmu Keislaman. Ditemukan kasus calon guru besar usul fikih yang tidak menguasai kaidah fikih, serta guru besar komunikasi Islam yang tidak mendasarkan kajiannya pada Al-Qur’an dan Hadis. Ujian disertasi sering kali hanya berfokus pada metode penelitian, tanpa menyentuh sumber-sumber utama keislaman. Dampaknya, terjadi degradasi kualitas keilmuan Islam, di mana gelar akademik tidak mencerminkan penguasaan ilmu keislaman yang mendalam.
Ketiga, Orientasi pada Keunggulan Akreditasi. Kebijakan untuk meluluskan mahasiswa doktor dan magister tepat waktu, dengan standar penilaian yang sangat longgar (nilai minimal B, rata-rata A), demi mencapai akreditasi unggul. Hal ini dapat dianalogi dengan produk China yang mengejar murah dan banyak vs produk Jerman yang berkualitas dan proporsional. Hal ini menggambarkan rendahnya standar kualitas lulusan. Dampaknya, menghasilkan lulusan yang kurang kompeten, yang berpotensi merusak citra UIN Sumatera Utara sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam.
Keempat, Pergeseran Identitas Program Studi. Ketidakjelasan status program studi di Fakultas Dakwah, apakah masuk ranah agama atau sosial-politik-komunikasi, berdampak pada akreditasi LAMSPAK atau LAMGAMA. Ada kecenderungan program studi keislaman (seperti Komunikasi Penyiaran Islam dan Bimbingan Penyuluhan Islam) dimasukkan ke dalam ranah umum. Dampaknya, terjadi erosi identitas keislaman program studi, yang bertentangan dengan semangat awal transformasi IAIN menjadi UIN.
Kelima, Marginalisasi Islam dan Dakwah. Niat awal mengislamkan ilmu umum tidak terwujud; yang terjadi justru sebaliknya, yaitu marginalisasi ilmu keislaman. Ada wacana untuk memindahkan fakultas agama ke bawah Kemenristek dan mengubah Fakultas Dakwah menjadi fakultas komunikasi dan penyiaran tanpa penekanan pada Islam. Dampaknya, mengancam eksistensi ilmu keislaman di UIN Sumatera Utara, dan berpotensi mengubah UIN menjadi universitas umum dengan sentuhan Islam yang minimal.
Analisis Penyebab
Penulis mengidentifikasi dua penyebab utama permasalahan ini: pertama, Kurangnya Kompetensi Keilmuan Islam. Orang atau institusi yang tidak menguasai ilmu agama tidak dapat mengajarkannya. Upaya islamisasi ilmu umum oleh dosen dengan latar belakang pendidikan non-agama sulit diwujudkan. Analoginya bagaikan “ceret kopi” yang tidak mungkin menghasilkan “teh”, menggambarkan ketidakmungkinan tersebut.
Kedua, Pengangguran Intelektual. Lulusan yang tidak kompeten dalam ilmu keislaman kesulitan bersaing di dunia kerja. Sehingga kampus menjadi “tempat perlindungan” bagi mereka. Yang akhirnya mengajar mata kuliah yang tidak mereka kuasai (selain metodologi penelitian). Dampaknya, terjadi lingkaran setan yang memperburuk kualitas pendidikan keislaman di UIN Sumatera Utara.
Kesimpulan Dan Rekomendasi
Pertama, UIN Sumatera Utara perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kurikulum, standar penilaian, dan kebijakan akreditasi untuk memastikan kualitas lulusan yang kompeten dalam ilmu keislaman dan ilmu umum. Kedua, peningkatan kompetensi dosen dalam ilmu keislaman melalui pelatihan dan studi lanjut sangat penting. Ketiga, perlu ada mekanisme yang jelas untuk menjaga identitas keislaman program studi di Fakultas Dakwah dan fakultas lainnya. Keempat, perlu adanya penegakan standar mutu yang lebih tinggi, sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi, dan dapat bersaing di dunia kerja. Kelima, perlu adanya keseimbangan antara kualitas dan kuantitas.
*Ka Prodi S3 KPI FDK
Discussion about this post