dan Ekspansinya yang Mengacau Perdamaian
Oleh:
H. Mohammad Said (Alm)
3. Dihalau (Diaspora, Dispersing) dan penyingkiran (Ghetto)
Sejak penyerangan Raja Babylonia di tahun 586 sebelum Masehi sebetulnya sudah harus menjadi perhatian kenapa si pemenang merasa perlu menghalau warga dari sesuatu wilayah yang dikalahkan seperti terjadi dengan penghalauan orang-orang Yahudi dari Palestina itu. Dan kenapa pula ketika Raja Cyrus dari Persia berhasil menguasai Palestina ia sebaliknya mengerahkan kembalinya orang-orang Yahudi ke Palestina bahkan diperbolehkan membenahi rumah ibadat mereka.
Bahan-bahan sejarah untuk ini tidak diperoleh, sekalipun sekedar mengetahui latar belakangnya saja. Namun sedikit banyak dapat diperkirakan juga kaitannya dengan watak orang-orang Yahudi itu yang boleh jadi sudah menjadi pembawaan mereka sejak dahulu, bahkan sejak masa Nabi Musa ketika mereka engkar mengikuti tuntutan beliau setelah bebas dari bahaya Fir’aun. Mungkin pula ciri-ciri negatif orang Yahudi yang diwariskan kepada generasi Yahudi belakangan sudah berkembang sejak dulu.
Antaranya, menjadi pemeras dan rentenir penghisap darah bagi setiap yang tersesak. Bukan tak boleh jadi Raja Babylonia sudah memperkacai keburukan watak itu sehingga mereka perlu diusir dari negerinya dan bukan tidak boleh jadi pula Raja Cyrus (Persia) dewasa itu memperoleh “sumbangan” biaya dari orang Yahudi diwaktu melancarkan penyerbuannya terhadap Babylonia masa setengah abad sesudah Babylonia menguasai Palestina itu. Tidak mustahil Raja Cyrus menjanjikan imbalan bahwa bila Babylonia berhasil dikalahkan maka orang Yahudi akan boleh balik ke Yuda(h) kembali dan mereka bebas menjalankan agamanya.
Di pertengahan abad ke-4 sebelum Masehi Raja Alexander The Great dari Macedonia (Yunani) berhasil memperluas wilayahnya, dewasa itu termasuklah Palestina. Selama lk. 3 abad orang Yahudi mengalami pembolaan bangsa-bangsa sekitarnya yang berperang saling rebut wilayah. Orang Yahudi yang ditindak dan ditangkap dijadikan tawanan diperlakukan sebagai budak belian. Itulah pula suatu penghinaan yang mereka derita di luar Palestina.
Begitupun sesudah mereda perang mereka yang berkesempatan masih berdiam di Palestina terus giat memelihara kehidupan dan gigih dengan agama yang disusunnya kemudian, yaitu Yudaisme tersebut. Di samping agama Yahudi dengan faham Judaisme tersebut merekapun mengenal pula apa yang disebut Talmud (Talmood), suatu hukum yang disandarkan kepada Mishna, yaitu suatu adat kebiasaan orang Yahudi sejak dulu yang dihimpun dari catatan orang-orang tua mereka dan kemudian dikodifikasi. Talmud ini kemudian dibukukan dan dicetak diambil dari apa yang sudah pernah ditulis tangan oleh orang-orang tua terdahulu.
Maka dengan pedoman Yudaisme dan Talmud ini orang-orang Yahudi membentuk dirinya tetap Yahudi, di manapun mereka berada. Dalam sepanjang sejarah mereka keyahudiaan tetap bersemi dalam batang tubuh seseorang Yahudi walaupun mereka sudah berada turun temurun di negeri orang lain. Demikian juga perkawinan dan assimilasi tidak akan merobah seseorang dari Yahudinya. Seorang Yahudi yang sudah berasimilasi diperantauan misalnya memakai nama keturunan yang biasa dipakai oleh negara bersangkutan, seperti di Belanda misalnya van der bil, ia tidak akan menjadi Belanda karena nama itu, melainkan tetap Yahudi.
Perkembangan selanjutnya setelah Alexander The Great disusul oleh zaman Rumawi. Tahun 66 Masehi orang Yahudi yang masih bertanah air kerajaan Yuda di bagian Palestina itu mencoba menentang Romawi, gangguan mereka memakan waktu hingga tahun 70 Masehi ketika kaisar Titus berhasil mematahkan mereka. Dengan gemas Titus menghalau Yahudi keluar dari Yuda, rumah ibadat Yahudi yang kedua diporak porandakan. Hingga mencapai tahun 115 Masehi Rumawi masih harus mengalami gangguan orang Yahudi di mana-mana. Akibatnya Romawi merasa perlu untuk menghabisi mereka. Segenap orang Yahudi dihalau dan kalau masih ditemukan dibunuh, demikian pula barang siapa yang masih ingin kembali masuk ke Yerusalem.
Semenjak itu nama kerajaan Yuda(h) dihapus, nama Palestina untuk wilayah sebagaimana yang lokasinya di kawasan sekarang ini dipulihkan semula. Seterusnya sejak abad ke-4 masa pemerintahan Constantin (307-337M) Yerusalem menjadi kota Keristen, terutama sejak raja itu menganut agama.
Dapat disimpulkan bahwa sejak awal perkembangan Keristen orang Yahudi sudah harus menyebar ke mana-mana, luar Palestina. Mereka yang sudah terusir/terhalau disebut dalam bahasa asing “Dispersing” atau dalam istilah yang umum sudah dikenal disebut Diaspora. Orang Yahudi sendiripun mempergunakan pengasingan mereka untuk tinggal di perantauan itu dengan sebutan Diaspora. Seolah-olah tinggal di negeri asing itu sebagai tinggal di tanah air sendiri, sebab yang pokok identitas Yahudi harus tetap dimiliki.
Sementara menjadi Diaspora itu mereka di setiap kota atau wilayah berhimpun, terutama di kala bangsa yang bukan Yahudi membenci atau memusuhi mereka. Mengurung diri sendiri itu atau diasingkan oleh masyarakat setempat itulah yang disebut dengan istilah Ghetto. Menurut kondisi dan situasi setempat berghetto sebagai itu ada yang karena terpaksa dan ada yang karena keinginan mereka sendiri.
Sebelum rumah ibadat mereka di Yerusalem dihancurkan atau sebelum mereka terusir keluar jumlah mereka di Palestina mencapai 2 ½ juta. Jumlah inilah yang terpencar-pencar kemudian ke mana-mana, ke Balkan, pantai dan pulau-pulau Laut Tengah, dari Itali ke Carthage di barat dari Mesopotamia dan Babylonia di timur Syria, Mesir dan segala negeri-negeri Asia kecil lain ke Armenia, Parsi, Arab, Abessinia, Maroko dan Spanyol, semuanya ketika mendekati seabad sudah mencapai lebih 4 juta jiwa. (**)
Penulis adalah Tokoh Pers Nasional dan Pendiri Harian Waspada
BACA JUGA
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 1)
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 2)
SEMS NAKOMELINGEN
(GeBIBBELWERKnesis X : 21 – 31)
Naar de kaart van HENRY LANCE in
BUNSENS
Discussion about this post