JAKARTA, Waspada.co.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Harvey Moeis (HM) sebagai tersangka dalam penyidikan kasus korupsi penambangan timah ilegal di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Provinsi Bangka Belitung 2015-2022. Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) meningkatkan status hukum suami dari aktris peran Sandra Dewi itu sebagai tersangka ke-16 dalam kasus yang merugikan perekonomian negara Rp 271 triliun tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menerangkan, penetapan Harvey Moeis sebagai tersangka dalam kasus ini terkait dengan perannya di perusahaan penambangan timah PT Rafined Bangka Tin (RB).
Kuntadi menerangkan, Harvey adalah perpanjangan tangan atas kepemilikan perusahaan yang melakukan kerja sama ilegal dengan PT Timah Tbk untuk melakukan penambangan bijihtimah di lokasi IUP perusahaan timah milik negara tersebut. Hasil dari penambangan tersebut, kembali dibeli oleh PT Timah Tbk.
Kongkalikong antara PT RBT dengan PT Timah Tbk tersebut, kata Kuntadi menerangkan dilakukan sejak 2018. “Sekitar pada tahun 2018 sampai dengan 2019, tersangka HM (Harvey) selaku perwakilan kepemilikan dari PT RBT menghubugi MRPT alias RZ selaku direktur utama (Dirut) PT Timah Tbk dengan maksud untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk,” ujar Kuntadi di Kejagung di Jakarta, Rabu (27/3/2024).
MRPT adalah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani alias Riza yang saat ini juga bertatus tersangka dan mendekam di sel tahanan bersama 15 tersangka lainnya. Dari komunikasi antara Harvey dengan Riza tersebut, terjadi realisasi permintaan dengan melakukan kesepakatan untuk membuat kontrak kerjasama yang menurut penyidikan melanggar hukum.
“Yaitu dengan cara tersangka HM dengan tersangka MRPT membuat kerjasama seolah terjadi sewa-menyewa peralatan prosesing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk,” ujar Kuntadi.
Dalam kerjasama tersebut, kata Kuntadi, Harvey juga diduga melakukan pengkondisian dengan turut menyertakan empat perusahaan penambangan timah lainnya. Yaitu PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), dan PT Tinindo Inter Nusa (TIN).
Bersama PT RBT, empat perusahaan penambangan lainnya itu, PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN juga merupakan unit-unit usaha yang Harvey juga punya kepemilikan saham. Lima perusahaan tersebut, pun bersama-sama dengan para tersangka dari jajaran direksi PT Timah Tbk menyepakati pembentukan sejumlah perusahaan boneka untuk memperluas jangkauan eksplorasi dan penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk.
“Perusahaan-perusahaan tersebut, juga mengikuti kegiatan penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk tersebut,” begitu ujar Kuntadi.
Setelah eksplorasi timah di lokasi IUP PT Timah Tbk itu dilakukan, PT Timah Tbk membeli hasil dari penambangan tersebut dengan dalil peningkatan produksi timah PT Timah Tbk. Dan, kata Kuntadi, keuntungan dari lima perusahaan yang terkait dengan Harvey tersebut, dikemas dalam program yang seolah-olah diperuntukan untuk kegiatan sosial dalam pengembangan masyarakat.
“Tersangka HM menginstruksikan kepada perusahaan-perusahaan tersebut untuk mengeluarkan keuntungan yang sudah didapatnya, dan yang sudah didapat oleh pemilik lain dari perusahaan-perusahaan tersebut dengan dalih sebagai dana corporate social responsibility atau CSR,” tegas Kuntadi.
Penyidik, masih menghitung besaran keuntungan ilegal perusahaan-perusahaan tersebut yang dikatakan untuk CSR itu. Akan tetapi, dana dari keuntungan ilegal tersebut diserahkan kepada pengusaha perempuan kaya raya pemilik PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim (HLM) yang juga sudah dijadikan tersangka, Selasa (26/3/2024).
Atas perbuatan tersebut, penyidik menjerat Harvey dengan sangkaan yang sama dengan tersangka lainnya dalam kasus ini. Yaitu Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3, juncto Pasal 18 UUTipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (wol/republika/eko/d2)
Discussion about this post