JAKARTA, Waspada.co.id – Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) menyayangkan konflik antara Dewas KPK dan Komisioner KPK karena semakin memperburuk citra KPK di masyarakat. LSAK mendesak Dewas dan KPK menghentikan konflik ini secepatnya.
“Hal yang bermula atas nama penegakkan etik ini justru nampak menjadi hal tak elok di muka publik,” kata Peneliti LSAK Ahmad A Hariri dilansir dari laman republika, Rabu (1/5).
Hariri menjelaskan keberadaan Dewas menjadi ruang check and balace di internal KPK agar menguatkan kelembagaan dan meyakinkan masyarakat tidak ada penyalahgunaan kewenangan. Namun, Hariri mengamati keberadaan Dewas justru kerap dimanfaatkan sebagian kelompok luar yang tengah bermasalah dan berkaitan hukum dengan tugas KPK.
“Oleh karena itu, posisi ini harusnya sangat disadari penuh oleh Dewas KPK,” ujar Hariri.
Hariri menegaskan penegakkan etik harus dilaksanakan bukan hanya sekedar berdasarkan asas, aturan dan subtansi. Tapi juga mesti menimbang kontekstualitas perkara.
“Sebab yang sama-sama mengkhawatirkan bahkan lebih dari penegakkan pengawasan dan etik ialah justru adanya hidden goal berupa upaya melemahkan KPK dan merusak marwah KPK,” ujar Hariri.
Selanjutnya, LSAK mendorong polemik ini tidak boleh berlarut. LSAK tak ingin polemik ini malah memunculkan gerakan untuk mendegradasi KPK. Sebab kondisi inilah yang malah merugikan KPK sekaligus membuat koruptor senang.
“Tak ada yang diuntungkan dari persoalan ini, kecuali para koruptor yang tersenyum jahat karena KPK hancur dan dicibir publik,” ujar Hariri.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron berdalih aduannya soal Albertina Ho ke Dewas KPK terkait dugaan pelanggaran wewenang permintaan hasil analisis transaksi keuangan untuk salah satu pegawai lembaga antirasuah.
Ghufron menggunakan dalil pasal 4 ayat (2) huruf b Perdewas Nomor 3 Tahun 2021 yang menyatakan dalam mengimplementasikan nilai dasar integritas, setiap insan Komisi wajib melaporkan apabila mengetahui ada dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh insan Komisi.
“Materi laporan saya dugaan penyalahgunaan wewenang berupa meminta hasil analisis transaksi keuangan pegawai KPK, padahal Dewas sebagai lembaga pengawasan KPK bukan penegak hukum dan bukan dalam proses penegakan hukum (bukan penyidik) karenanya tak berwenang meminta analisa transaksi keuangan tersebut,” ujar Ghufron.
Di sisi lain, Dewas KPK mengungkapkan tengah mendalami perkara yang menjerat Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Perkara tersebut menyangkut dugaan penyalahgunaan jabatan sebagai insan KPK dalam mutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian (Kementan). Ghufron bakal disidangkan Dewas KPK pada 2 Mei 2024.(wol/republika/mrz/d2)
Discussion about this post