MEDAN, Waspada.co.id – Oey berperan sebagai guru pengganti yang idealis di SMA Duri untuk mencari keponakan yang hilang di film ‘Pengepungan di Bukit Duri’, karya sutradara Joko Anwar.
Morgan Oey mengaku sangat senang saat pertama kali menerima tawaran bermain di film ‘Pengepungan di Bukit Duri’ yang naskahnya telah dibuat sejak tahun 2007 itu.
Morgan Oey langsung menerima tawaran dari Joko Anwar, karena film ini berhubungan dengan kehidupan di Indonesia, salah satunya persoalan intoleran.
“Menurut saya selain masalah intoleransi, ini sebenarnya kalau dibaca lagi skripnya yang ditulis tahun 2007 sampai sekarang masih relevan. Banyak keresahan yang ternyata relate banget dengan kondisi sekarang,” ujarnya di Medan, Senin malam, 14 April 2025.
Sebagai aktor keturunan Tionghoa, Morgan juga senang mendapatkan kesempatan menyuarakan minoritas. Apalagi, mengingat kejadian kelam kerusuhan di Jakarta beberapa tahun silam.
“Jadi saya senang banget atas kesempatan ini. Di samping mendapatkan kesempatan mendapatkan suara minoritas di negeri ini, yang tidak banyak diberi kesempatan diberikan suara, mengalami trauma yang cukup mendalam, sehingga ketakutan dan tidak nyaman dalam diskusi yang membahas tentang untuk kemajuan negeri ini,” tuturnya.
Mantan member boyband SMASH ini mengakui saat pertama kali membaca naskah, berharap apa yang ditulis tidak terjadi di Indonesia.
“Dengan harapan tidak akan ada kenyataan, ternyata harus dibikin karena releven dengan kondisi sekarang,” sambungnya.
Morgan mengatakan karakter di film ini salah satu peran yang paling berat baginya. Dan, selama pendalaman karakter, sutradara Joko Anwar membantu menjelaskan secara detail.
“Cara abang (Joko Anwar) melakukan workshop kepada aktor tidak hanya reading, abang suka ngasih tiba-tiba suatu kondisi kami para aktor harus merespon lewat peran yang kami mainkan,” jelasnya.
“Ini syuting yang sehat, enggak banyak take, karena kondisinya mendukung kami melaksanakan syuting,” lanjutnya.
Dia berharap film ‘Pengepungan di Bukit Duri’ bisa membuat penonton lebih peduli dengan persoalan di sekitar.
“Saya senang merasa terhormat bisa mendapatkan peran ini. Semoga lewat film ini generasi ini bisa lebih aware dengan masalah-masalah yang kita hadapi,” Morgan Oey.
Sementara itu, Omara Esteghlal menambahkan, sebagian masyarakat tidak berpikir secara rasional hingga membenci seseorang tanpa alasan.
“Kebencian itu datang karena tidak ada kecerdasan rasional, banyak keresahan yang ada. Kita ikut membenci orang karena orang lain membenci orang itu,” tandasnya.
Sama seperti di konflik dalam cerita ‘Pengepungan di Bukit Duri’ terjadi karena masalah yang sejatinya tidak ada.
“Di film ini ketika masalahnya apa, awalnya darimana, mungkin tidak ada. Kita membenci kelompok yang tidak menyerang kita, cuma karena ada kesepakatan kita membenci di A dan si B,” pungkasnya.(wol/eko)
Discussion about this post