JAKARTA, Waspada.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalkan perlu waktu lebih lama guna menersangkakan lagi mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy. KPK tak ingin kembali melakukan kesalahan hingga gagal di tahap praperadilan.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyampaikan tak mau gagal lagi kalau Eddy kembali mengajukan praperadilan untuk status tersangkanya yang kedua. Sehingga KPK mengambil upaya cermat dalam perkara Eddy.
“Jadi ketika ada putusan praperadilan, maka bisa saja aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan kembali, merapikan kembali administrasi yang keliru itu,” kata Tanak dilansir dari laman republika, Rabu (1/5).
Tanak menjamin Eddy bakal dijerat lagi sebagai tersangka. Tapi proses tersebut perlu memakan waktu lama. “Kami sedang melakukan penataan kembali, tunggu saja waktunya ada, karena semuanya adalah waktu,” ujar Tanak.
Selain itu, Tanak menegaskan putusan praperadilan bersifat administratif. Dengan demikian, putusan tersebut tidak menghilangkan perbuatan melawan hukumnya.
“Tidak berarti menghilangkan adanya kalau sekiranya ada kerugian keuangan negara, dan tidak menghilangkan pokoknya, semua unsur-unsur dalam suatu tindak pidana, karena dia hanya bersifat administratif,” ujar Tanak.
Tanak juga menegaskan tidak ada hambatan dalam menangani perkara Eddy. Tanak ingin penersangkaan Eddy dilakukan saat dokumen sudah matang. “Nantinya ketika proses hukum dimulai lagi, kalau pun ada praperadilan, praperadilannya ditolak, itulah yang kita harapkan,” ucap Tanak.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sempat mempermasalahkan lamanya penuntasan administrasi perkara yang menjerat mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej. Alex mengungkapkan pimpinan KPK sampai sekarang tak kunjung menerima surat perintah penyidikan (sprindik) baru menyangkut Eddy Hiariej.
“Belum sampai pimpinan,” kata Alex dalam keterangannya pada Selasa (23/4/2024).
Alex merasa urusan administrasi itu mestinya tak memakan waktu lama. “Mestinya enggak ada kendalanya. Tinggal menyesuaikan putusan praperadilan saja apa susahnya,” ujar Alex.
Hakim tunggal PN Jaksel Estiono diketahui menerima permohonan praperadilan yang diajukan oleh Prof Eddy dalam sidang pada, Selasa (30/1). Estiono memutuskan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Prof Eddy tidak sah.
Awalnya, Prof Eddy ditetapkan tersangka bersama “orang dekatnya” Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana. Mereka diduga menerima suap dari tersangka mantan dirut PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, senilai Rp 8 miliar.
Dalam perkara ini, Prof Eddy dua kali mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangkanya. Dalam praperadilan pertama, Prof Eddy mencabutnya untuk diperbaiki. Dalam permohonan kedua, Prof Eddy mengajukan permohonan sendiri atau tanpa Yosi dan Yogi sebagai sesama tersangka.
Kekalahan KPK terjadi lagi setelah hakim tunggal PN Jaksel Tumpanuli Marbun menerima gugatan praperadilan Dirut PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan untuk sebagian pada akhir bulan lalu. Tumpanuli memutuskan penetapan tersangka Helmut oleh KPK tidak sah. Helmut semula ditersangkakan sebagai penyuap Prof Eddy. Seperti halnya Prof Eddy, ini permohonan praperadilan kedua oleh Helmut. Helmut sempat mengajukannya, namun dicabut belakangan.(wol/republika/mrz/d2)
Discussion about this post