MEDAN, Waspada.co.id – Universitas Al Washliyah Medan melaksanakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat di Pulau Samosir dengan judul “Pelatihan Kecakapan English for Tourism terhadap Pemanfaatan Kearifan Lokal Masyarakat Siallagan”.
Program tersebut dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa Universitas Al Washliyah Medan. Ketua pelaksana kegiatan Diah Kusyani, M.Pd., dengan dua orang dosen anggota pelaksana Yunita Mutiara Harahap, S.Pd.,M.Hum., dan H. Iskandar Zulkarnain, S.Pd.,M.Hum. Kegiatan PKM tersebut dibersamai oleh seorang narasumber dari Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al Washliyah Ibu Nurlaili, S.Pd.I.,M.Hum.
Diah mengatakan pelatihan ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa. Kegiatan ini didukung pendanaan dari Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek RI tahun anggaran 2023 yang diadakan sejak bulan Juni dan akan berakhir pada November nanti.
“Pelatihan english for tourism bertujuan memberikan kecakapan berbahasa Inggris sehingga maksimalnya keterampilan masyarakat dalam memberikan pelayanan, melestarikan cerita rakyat di masyarakat Siallagan, menginternasionalisasikan kearifan lokal masyarakat Siallagan, serta mengenalkan nilai-nilai budaya serta tradisi ke masyarakat luas,” ujar Diah, Senin (2/10).
Diah menambahkan kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal memiliki kandungan nilai kehidupan yang tinggi dan layak terus digali, dikembangkan, serta dilestarikan sebagai antitesis atau perubahan sosial budaya dan modernisasi.
Kegiatan Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat ini bekerja sama dengan Kepala Desa Huta Siallagan. Danau toba merupakan salah satu keajaiban alam dunia.
“Namun, impact dari globalisasi memberi kecemasan kepada kearifan lokal yang ada di Huta Siallagan. Urgensi kegiatan terhadap pesatnya perkembangan teknologi mampu membuat masyarakat melupakan budaya dan tradisi lokal sendiri yang mempunyai banyak nilai dan kebajikan di dalamnya,” ujarnya.
Kegiatan Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat ini ialah pelatihan kecakapan english for tourism masyarakat yang belum mampu memberikan pelayanan kepada touris yang berkunjung ke Huta Siallagan, dan melestarikan kearifan lokal masyarakat Siallagan yang memiliki banyak nilai budaya serta tradisi. Wisatawan Danau Toba turun drastis hingga 93,83%.
“Dari 1,29 juta kunjungan pada Januari 2020 menjadi hanya 141.260 kunjungan pada Januari 2021 sebagai dampak pandemi COVID-19. Era new normal diharapkan mampu meningkatkan kembali jumlah wisatawan ke Danau Toba, guna menginternasionalisasikan kembali kearifan lokal yang ada di masyarakat Siallagan,” pungkasnya.
Kepala Desa Huta Siallagan, Ojahan Tambunan, merespon positif kegiatan pengabdian masyarakat ini. Kegiatan seperti ini sangat diperlukan oleh masyarakat Huta Siallagan mengingat daerah Siallagan merupakan daerah wisata super prioritas. Harapannya kegiatan pelatihan seperti ini bisa berlangsung secara berkelanjutan.
“Tujuan dari kegiatan Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat ialah memberikan kecakapan english for tourism sehingga maksimalnya keterampilan masyarakat dalam memberikan pelayanan, melestarikan cerita rakyat di masyarakat Siallagan, menginternasionalisasikan kearifan lokal masyarakat Siallagan, serta mengenalkan nilai-nilai budaya serta tradisi ke masyarakat luas. Kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal memiliki kandungan nilai kehidupan yang tinggi dan layak terus digali, dikembangkan, serta dilestarikan sebagai antitesis atau perubahan sosial budaya dan modernisasi,” sebut Ojahan.
Pada hari ketiga, kegiatan juga diikuti oleh Ir. Gading Jansen Siallagan, sebagai pemilik Huta Siallagan itu sendiri, sekaligus merupakan generasi Siallagan yang ke-17. Ia menceritakan asal-muasal dan cerita rakyat Siallagan dengan menggunakan dua bahasa yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Gading menceritakan sejarah Huta Siallagan dari segi bentuk Rumah Bolon, warna khas batak (putih, merah, dan hitam).
“Disini juga batu persidangan, macam-macam bentuk kejahatan di masa Raja Siallagan, budaya batak yang selalu membuat rapat/musyawarah (martonggol) dalam mengambil keputusan,” ungkap Gading.
Kegiatan ini dihadiri oleh 35 peserta baik dari orang dewasa maupun anak-anak. Antusias yang luar biasa dari masyarakat desa dengan pelatihan ini, mereka berharap agar kegiatan seperti ini intens bisa terlaksanakan di desa mereka. (Wol/ega/d2)
Discussion about this post