Oleh: Dr. Oknita, S. Sos. I, MA
Waspada.co.id – Pemilihan Umum adalah pemilihan yang dilakukan secara serentak oleh seluruh rakyat suatu negara (untuk memilih wakil rakyat dan sebagainya). Menurut Wikipedia bahwa pemilihan umum yang disingkat PEMILU merupakan proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik di Indonesia tertentu. Jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari jabatan presiden/eksekutif, wakil rakyat/lembaga legislatif diberbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.
Pemilihan umum ibarat pesta rakyat, dalam memberikan hak suara kepada sosok pemimpin yang ideal menurut pandangan masyarakat masing-masing. Tak boleh ada intervensi dari pihak manapun, karena pemilihan umum diatur dengan undang-undang dan peraturan yang ketat.
Saat ini berbagai media massa baik media cetak seperti koran, media elektronik televisi, radio dan media online sedang gencar-gencarnya menyiarkan berita (informasi) terkait dengan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang.
Masing-masing kandidat atau politikus, mulai menyusun strategi agar memperoleh suara terbanyak dan memperolah kemenangan dalam ajang pemilihan tersebut. Berbagai upaya halal dilakukan agar hasratnya tersebut tercapai. Tentu saja upaya dilakukan harus sesuai dengan Undang-undang atau aturan-aturan yang berlaku.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa dalam ajang pemilihan umum tersebut tidak dibenarkan dengan kekerasan tetapi melalui upaya persuasif dalam meraih kemenangan. Sehingga menjelang pemilihan umum banyak dari kandidat atau politikus yang dapat mengunakan teori two steps flow sebagai upaya untuk memperoleh kemenangan (suara terbanyak).
Teori merupakan pernyataan umum yang merangkum pemahaman kita tentang cara dunia bekerja. Ini artinya, dengan teori dapat menjelaskan fenomena yang sedang terjadi dalam masyarakat. Jika membahas tentang teori two steps flow ini artinya kita sedang membahas tentang teori komunikasi massa yang tergolong dalam teori yang memberi pengaruh terhadap individu. Artinya, penggunaan teori two steps flow akan memberi dampak kepada masyarakat.
Teori two steps flow atau pengaliran dua tingkat pertama kali dicetus oleh Katz dan Lazarsfelt (1955). Dalam penelitian yang dilakukannya, masyarakat ditanya siapakah yang memberi pengaruh terhadap suara mereka dalam pemilihan presiden. Sebagian besar dari masyarakat memberi jawaban bahwa mereka sangat dipengaruhi oleh hasil komunikasi dengan teman dekat, tetangga dan sebagainya. Lazarsfelt menyebutkan sebagai pemimpin pendapat (opinion leader).
Menurutnya, pemimpin pendapat (opinion leader) adalah seseorang yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi pendapat orang lain kearah yang dikehendakinya. Jadi informasi selain disampaikan melalui media massa tetapi masih diperlukan untuk disampaikan secara langsung oleh para pemimpin pendapat kepada masyarakat.
Secara umum asumsi dari teori ini yaitu setiap individu merupakan bagian dari anggota masyarakat. Mereka hidup bersama, berkelompok, tidak terisolasi, saling berinteraksi dalam kehidupan social. Sehingga antara mereka saling menyampaikan pendapat, informasi dan sebagainya. Informasi yang diterima dari media, akan diperkuat dengan pendapat “pemimpin pendapat”.
Kebiasaan dalam masyarakat, topik yang menjadi viral dibicarakan tidak akan jauh dengan topik yang sedang viral di berbagai media massa. Begitu juga terkait dengan,”siapa yang dipilih,’ dalam pesta rakyat tersebut. Sehingga apa yang disampaikan oleh “orang yang dipercaya” akan dengan mudah akan diikuti.
Teori two steps flow merupakan kombinasi antara pemanfaatan media massa sebagai media utama penyebaran informasi yang kemudian dilanjutkan penyebaran melalui pemimpin pendapat. Karena media massa dianggap belum begitu memberi pengaruh.
terhadap layak, tetapi perlu diperkuat dengan pendapat pemuka pendapat dalam masyarakat.
Pemuka/pemimpin pendapat dalam masyarakat yaitu seseorang yang memiliki pengaruh kuat terhadap khalayak. Seperti ulama, tokoh masyarakat, pimpinan, tetangga, anggota keluarga atau selebritis yang memiliki banyak penggemar.
Kerap kita menyaksikan disaat musim kampanye para artis diajak untuk terlibat dalam proses kampanye. Baik terlibat secara langsung dengan menjadi anggota dalam satu partai tertentu. Atau hanya dalam bentuk penyebaran informasi dengan menganjurkan untuk memilih tokoh dan partai sesuai yang dikehendakinya. Artis dianggap sosok yang menarik, memiliki banyak fans, memiliki kekuatan untuk mengajak fansnya memilih partai dan tokoh dalam Pemilu.
Pimpinan dayah/ulama juga bagian dari “pemimpin pendapat” dalam masyarakat. Indonesia masih sangat kental dengan nilai-nilai agama yang kuat dimana masyarakat sangat fanatik terhadap tokoh keagamaan seperti pimpinan pesantren/dayah. Tokoh-tokoh tersebut juga berpotensi memiliki suara yang banyak. Sehingga kerap diajak untuk kolaborasi agar pro terhadap golongan dan partai tertentu. Dengan harapan para jamaah atau masyarakat mau dan bertambah keyakinan untuk memilih calon pemimpin bangsa.
Teori two steps flow sangat potensial dimanfaatkan sebagai upaya halal mendokrak suara dalam pemilhan umum. Para pemimpin pendapat sangat berpengaruh terhadap masyarakat agar memilih tokoh atau partai tertentu dalam pemilihan umum. Pesan disampaikan melalui media massa dilanjutkan oleh pemuka pendapat. Hal ini dianggap lebih berpengaruh dalam pandangan teori ini. Karena masyarakat tidak hidup secara individu (sendiri) tetapi hidup berkelompok dalam masyarakat. Saling berinteraksi dan sosialisasi sehingga terjadi pertukaran info dan sebagainya. (*)
Penulis adalah Dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Lhokseumawe
Discussion about this post