MEDAN, Waspada.co.id – Harga beras kualitas bawah sebelumnya sempat anjlok diintervensi oleh Bulog. Pada perdagangan hari ini mengacu kepada PIHPS (pusat informasi harga pangan strategis) harganya kembali mengalami kenaikan.
“Di sejumlah pedagang di pasar tradisional di Kota Medan, harga beras naik sekitar 500 rupiah per Kg,” tutur Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin, Jumat (31/2).
Kenaikan harga beras tersebut tentunya kian membenamkan daya beli masyarakat di Sumut, mengingat beras ini menjadi komponen pengeluaran paling besar rumah tangga di Indonesia. Kenaikan harga beras kali ini terjadi di saat pemerintah berencana mengimpor beras sebanyak dua juta ton. Padahal saat ini juga tengah terjadi panen raya, yang seharusnya bisa menekan harga beras.
“Namun di sejumlah pasar tradisional di kota medan, harga beras kualitas bawah mulai merangkak naik dalam rentang Rp10.000 hingga Rp11.000 per Kg nya, saya berpendapat kalau kenaikan harga beras di tahun ini khususnya bertepatan saat panen raya, lebih dipengaruhi oleh gangguan produksi yang diakibatkan oleh mahalnya biaya input produksi pertanian,” ungkapnya.
Mengingat juga bagaimana keluhan petani seiring dengan kenaikan harga pupuk yang menjulang tinggi, bahkan ada yang naik sampai 3 kali lipat. Dan belum lekang bagaimana petani mengeluh sulit untuk mendapatkan pupuk karena ada kelangkaan. Jadi memang apa yang bisa diharapkan jika biaya input produksi mengalami kenaikan, selain penurunan produksi tanaman pangan itu sendiri.
“Selain itu, belakangan ini Bulog juga diamanahkan untuk menyerap beras dengan ketentuan HPP beras di angka Rp9.950 per Kg. Artinya memang pada dasarnya harga beras akan tetap naik. Karena kenaikan biaya input produksi harus dibarengi dengan kenaikan harga jual, untuk menyeimbangkan neraca keuangan petani kita,” ucapnya.
Jadi ini konsekuensi logis dari struktur modal tanaman pangan (beras) belakangan ini. Dan konsumen tidak akan bisa berbuat banyak selain menerima kenaikan harga tersebut. Harapan harga beras terjangkau hanya bisa dilakukan jika pemerintah bisa menjual beras impor di pasar dengan harga yang lebih miring.
“Namun bergantung pada impor jelas akan membunuh para petani padi kita sendiri. Pelajaran dari kejadian ini adalah jangan menargetkan produksi panen yang optimis, jika kita tidak mampu menekan biaya input produksi dan memperbaiki permasalahan struktural petani saat ini. Dan sayangnya masalah struktural petani kita juga dipengaruhi oleh perang Rusia-Ukraina,” tandasnya. (wol/eko/d1)
Discussion about this post