MEDAN, Waspada.co.id – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Utara (Sumut) mendorong masyarakat untuk ikut serta dalam mengawasi seluruh tahapan Pemilu tahun 2024. Tujuannya, untuk menciptakan Pemilu 2024 yang jujur dan adil.
Demikian disampaikan Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu Sumut, Suhadi Sukendar Situmorang, dalam acara sosialisasi pengawasan partisipatif yang berlangsung di Hotel Cambridge Medan, Selasa (21/3).
Suhadi menilai, masyarakat secara luas pemilik kedaulatan bangsa, siapa yang menjadi pemimpin bangsa, rakyat berkuasa memilih untuk lima tahun ke depan, sehingga masyarakat memiliki andil besar dalam mengikuti tahapan Pemilu.
“Tahapan pemilu yang rawan ini tidak bisa hanya diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu, dari sisi jumlah pengawas Pemilu terbatas,” kata Suhadi.
Ia menyebutkan, Bawaslu sendiri menyadari akan keterbatasan dari sisi jumlah, sehingga mengajak masyarakat dan berbagai stakeholder untuk ambil bagian sebagai pengawas Pemilu partisipatif.
“Rasa partisipatif ini memaknai bahwa pengawasan itu muncul dari diri sendiri tanpa tuntutan biaya material, muncul karena adanya kesadaran. Bahwa Pemilu ini adalah milik kita semuanya,” ungkapnya.
Suhadi mengungkapkan, bahwa Pemilu bukan milik KPU, Bawaslu dan bukan milik pemerintah, tapi milik rakyat Indonesia. Dalam kegiatan ini, sebagai peserta dari kalangan organisasi masyarakat, pelajar hingga jurnalis.
Lebih lanjut, Suhadi mengungkapkan, Bawaslu Sumut juga melibatkan difabel sebagai pengawalan partisipatif.
“Diibaratkan Pemilu itu adalah pesta, kalau pesta semua pihak yang diundang diberi kesempatan berpartisipasi untuk ambil bagian. Ada yang bertugas menerima tamu, menghidangkan makanan dan menjaga daftar hadir, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Akademisi dari Unkversitas Islam Sumatera Utara (UINSU), Faisal Reza, menjelaskan pengawasan tahapan Pemilu tidak bisa dikerjakan sendiri oleh Bawaslu, tapi harus melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Faisal mengungkapkan, tahapan kampanye yang sudah ditentukan selama 75 hari oleh KPU menjadi ruang dan waktu yang sangat rawan dalam perhelatan. Sebab, potensi pelanggaran seperti politik uang, SARA, ujaran kebencian dan netralitas ASN.
“Hal tersebut sangat rawan terjadi pada tahapan ini. Bahkan, polarisasi warga karena fanatisme terhadap calon memungkinkan terjadi,” pungkasnya. (wol/man/d2)
Editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post