Sebagai Ketua Dekranasda Tapanuli Utara, Satika Simamora berupaya meyakinkan para penenun Ulos Huta Nagodang untuk menjadikan Ulos sebagai fashion bertaraf nasional yang akan membawa keberkahan dan kesejahteraan hidup. Selama ini, Ulos dianggap sebagai budaya bagi orang Batak.
Mindset itu harus diubah. Inilah yang menjadi tantangan terberat bagi sosok ibu dua anak ini, untuk mengubah mindset penenun Ulos di Kabupaten Tapanuli Utara. Agar dapat membawa tenun Ulos ke segmen fashion.
Diakui Satika Simamora, yang juga alumni Sekolah Tinggi Ekonomi Tri Dharma Widya, Jakarta, tantangan terberat adalah pola pikir masyarakat yang masih antipati atau rasa ketidaksukaan kepada pemerintah daerah, di mana setiap kebijakan kepala daerah terpilih selalu berubah-ubah.
Dengan sikap antipati tersebut, niat baik Satika Simamora pun kandas ditolak oleh penenun-penenun Ulos. Padahal, blusukan yang dilakukan Satika Simamora dari satu kecamatan ke kecamatan lain untuk mengajak penenun Ulos, tujuannya sangat mulia, yakni demi membawa perubahan dan kesejahteraan masyarakat penenun Ulos.
Penolakan masyarakat penenun Ulos membuat Satika Simamora meneteskan air mata. Masyarakat beranggapan bahwa kehadiran istri Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan hanya untuk mencari uang perjalanan dinas (Surat Perintah Perjalanan Dinas – SPPD). Padahal, Satika Simamora mengaku tidak ada memperoleh sepeser pun uang akomodasi dari anggaran pemerintah dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua Dekranasda Kabupaten Tapanuli Utara.
Mendapat perlakuan tersebut, dengan tegarnya Satika Nikson Nababan berucap kepada penenun-penenun Ulos bahwa jika kalian (penenun) tidak makan, jangan salahkan pemerintah. Ketegaran itu terungkap di depan penenun, namun dibalik semua itu sisi sensitif kewanitaannya keluar. Tidak dapat membendung rasa kekecewaan dan kesedihannya, tanpa disadari berlinang lah air mata sang istri Bupati Nikson Nababan hingga membasahi pipi. Niat tulusnya untuk mengabdi ke masyarakat sekaligus membantu peran dan tugas Bupati Tapanuli Utara tidak mendapat respon baik dari para penenun.
Buah Kesabaran
Beberapa minggu kemudian doa dan harapan didengar Tuhan. Kesabaran yang dibarengi perjuangan tanpa lelah yang dilakukan Satika Simamora membuahkan hasil. Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Kabupaten Tapanuli Utara ini kedatangan tamu istimewa ke rumah dinas yang ditempati Satika Simamora bersama keluarga.
Seorang penenun laki-laki yang juga seorang guru dari Papande, salah satu Desa di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara, membawa beberapa jenis Ulos untuk ditunjukkan langsung dengan Satika Simamora. Di tengah keputusasaan ternyata ada jalan keluar. Sang pria menunjukan ulos yang telah dibawa. “Ini Ulos yang ibu inginkan, sudah saya buat. Tapi, lihatlah tangan saya bu,” ujar pria tersebut ditirukan Satika Simamora.

Melihat tangan pria penenun Ulos yang penuh sayatan luka membuat hati Satika Simamora tersentuh. Ternyata membuat sebuah Ulos pada zaman nenek moyangnya tidaklah mudah, butuh pengorbanan waktu dan darah. Benang halus yang merupakan dasar material Ulos tanpa disadari menyayat jari jemari dan telapak tangan hingga mencucurkan darah.
Satika Simamora pun jadi teringat pada masa Opungnya (Atok), warna merah yang mendominasi Ulos ternyata perpaduan darah dan warna putih berasal dari keringat, yang melekat di benang Ulos. Begitulah tingkat kesulitannya zaman dahulu membuat Ulos di tengah keterbatasan peralatan, pengetahuan maupun bahan baku benang yang masih sulit didapat.
Mendengar dan melihat langsung kondisi penenun Ulos tersebut, Satika Simamora pun dengan tegas menjanjikan sesuatu hal yang membuat pria penenun tersebut bernapas lega. “Jangan bilang saya, ibu Bupati, kalau kalian ngak makan,” ungkap Satika Simamora pada penenun pria tersebut.
Janji yang telah dilontarkan membuat Satika Simamora harus putar otak. Dengan pengalaman fashion (modis) dan banyaknya teman di Jakarta, Satika Simamora menawarkan kerjasama dengan sejumlah desainer. Diajaknya desainer-desainer top ibukota untuk melihat hasil karya Ulos yang dihasilkan para penenun Tapanuli Utara.
Fashion Ulos
Para desainer yang diajak Satika Simamora melihat langsung produksi Ulos Tapanuli Utara, terkagum menyaksikan perjuangan para penenun yang sanggup berjam-jam duduk seharian menganyam kain dengan peralatan tradisional menjadikan gulungan kain menjadi Ulos yang bernilai.
Satika Simamora dengan pedenya menyampaikan tanggapan kepada para desainer Jakarta. “Kira-kira pantas tidak kita angkat untuk Fashion.” Bergumam di hati Satika Simamora, berharap semoga Ulos Tapanuli Utara mendapatkan apresiasi dari teman-teman desainernya!
“Ini bagus banget. Justru ini temuan terbaru bagi dunia fashion. Karena selama ini fashion yang diangkat hanya bernuansa Batik,” ucap Satika Simamora menirukan komentar teman desainernya.
Tak ingin kesempatan emas tersebut hilang, Satika Simamora tanpa buang waktu langsung mengkonsep event bertemakan Fashion Ulos.
Dengan kepiawaian dan kecerdasan Satika Simamora, meminta Fashion Ulos ditampilkan oleh wanita berhijab. Tujuannya adalah agar Ulos dapat diterima oleh masyarakat luas di seluruh penjuru tanah air.
Terselenggaranya Fashion Ulos di Jakarta seluruhnya disupport oleh Satika Simamora, tanpa melibatkan anggaran pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Begitulah pengorbanan janji sosok Satika Simamora yang ingin mengangkat Ulos hingga mendunia.
Keberadaan Ulos kini telah diterima dan melekat di hati masyarakat Indonesia. Motif-motif Ulos Batak dipadukan pada baju, tas, jaket, sarung, selendang dan juga pernah-pernik yang dijadikan souvenir khas Batak.
Discussion about this post