Waspada.co.id – Ketua Satgas Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur IKN, Danis Hidayat Sumadilaga memperkirakan pembangunan ibu kota negara, atau IKN Nusantara secara total membutuhkan investasi Rp466 triliun.
Danis mengatakan, kebutuhan investasi itu terbagi sebanyak 20 persen berasal dari APBN, dan sisa 80 persen dari kerja sama dengan pihak swasta. Dana tersebut bakal disalurkan untuk pekerjaan konstruksi di ibu kota baru, termasuk pemanfaatan barang milik negara (BMN) dan aset-aset yang ada.
“Kebutuhan investasi untuk sementara sebesar Rp466 triliun, 20 persen dari APBN, 80 persen dari non-APBN, bisa swasta, BUMN, kerjasama,” jelas Danis di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (14/1).
Kerja sama investasi tersebut, ada yang bersifat jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek, Danis menyebut beberapa sudah didanai oleh APBN ataupun terkontrak lewat skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
Untuk jangka menengah, pemerintah juga sudah berkolaborasi pendanaan dengan BUMN dan pihak swasta untuk beberapa proyek, semisal pembuatan fasilitas pendidikan dan kesehatan.
“Kemudian bisa saja bangunan komersial, mall, hotel, perkantoran, rumah tapak komersial. Cara-caranya bisa sewaan dan lain-lain. Ada juga yang berkaitan dengan bandar udara, pelabuhan laut, terminal angkutan umum, investasi tenaga listrik,” paparnya.
Merujuk catatan milik Danis, swasta dipersilakan masuk membangun IKN Nusantara melalui dua skema, yakni pemanfaatan lahan dalam bentuk aset barang milik negara (BMN), serta pemanfaatan lahan sebagai aset dalam penguasaan (ADP).
Dalam pemanfaatan lahan BMN, swasta bisa terlibat lewat skenario sewa (semisal untuk pelayanan kepentingan umum, penyelenggaraan pendidikan) dengan jangka waktu kerjasama paling lama 10 tahun dan bisa diperpanjang.
Kemudian, melalui kerja sama pemanfaatan (KSP) seperti untuk bandara, pelabuhan, stasiun kereta api, kilang, instalasi tenaga listrik. Masa kontraknya untuk barang non-infrastruktur maksimal 30 tahun, serta infrastruktur 50 tahun dan bisa diperpanjang.
Sementara untuk skema bangun serah guna/bangun guna serah (BSG/BGS) ditujukan pada bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan negara untuk kepentingan pelayanan umum. Jangka waktunya paling lama 30 tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Kemudian, lewat skema kerjasama penyediaan infrastruktur, dengan prioritas proyek program penyediaan infrastruktur, untuk masa kontrak 50 tahun dan dapat diperpanjang.
Sedangkan terkait pemanfaatan lahan IKN bagi ADP, kontrak kerjasamanya bisa dilakukan melalui skema build operator transfer (BOT), pengalihan hak guna bangunan (HGB), dan pengalihan sertifikat hak milik (SHM).
Terkait BOT, ditujukan untuk infrastruktur sosial seperti sarana pendidikan dan fasilitas kesehatan, dengan jangka waktu kerjasama sesuai perjanjian berdasarkan umur aset dan kelayakan yang wajar.
Lalu, pengalihan HGB bisa dilakukan lewat sewa jangka panjang dan jual. Contoh proyeknya untuk bangunan komersial semisal mal, hotel, services apartemen, hingga kawasan perkantoran BUMN/swasta. Jangka waktunya sesuai perjanjian dengan kepastian perpanjangan (80 tahun dan dapat diperpanjang).
Terakhir, terkait pengalihan SHM untuk rumah komersial dan apartemen. Namun, Liputan6.com hingga berita ini naik belum mendapat penjelasan detail terkait skema jangka waktu kerjasamanya. (mer/d1)
Discussion about this post