JAKARTA, Waspada.co.id – 8 Partai politik parlemen kumpul di Hotel Dharmawangsa, Minggu (8/1). Tujuannya, mereka kompak menolak sistem pemilu proporsional tertutup alias coblos parpol yang disuarakan oleh PDIP.
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menghormati langkah 8 parpol parlemen tersebut. PDIP tak hadir karena mendukung sistem proporsional tertutup dengan melakukan gugatan UU Pemilu ke MK.
“Pertemuan yang ada di hotel Dharmawangsa ya itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita,” kata Hasto Kristiyanto, saat ditemui, di Johar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (8/1).
Dia menilai, dinamika tersebut merupakan hal biasa untuk saling bertemu dalam dunia politik. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga melakukan banyak pertemuan, baik dengan rakyat maupun dengan elite nasional lainnya.
Yang membedakan adalah, Megawati melakukan pertemuan dengan para ketua umum parpol tidak dalam pengertian terbuka. “Beliau banyak melakukan dialog bangsa dan negara itu justru dalam suasana yang kontemplatif. Itu yang membedakan,” kata Hasto.
Tujuan PDIP
Momen saat ini, lanjut Hasto, PDIP disibukkan dengan persiapan HUT PDIP ke-50 pada 10 Januari.
Mengenai isu sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg yang tengah digugat agar menjadi proporsional tertutup atau coblos partai, Hasto mengatakan, semua ada ranahnya masing-masing.
Terkait dengan fungsi legislasi atau pembuatan UU, ranahnya ada di DPR. Namun jika menyangkut judicial review UU terhadap UUD 1945, ranahnya ada di MK.
Oleh karena itu, Hasto mengatakan, pihaknya melihat DPR bertanggung jawab bagi masa depan negara. Maka sebagai partai politik yang mengajukan calon anggota DPR, PDIP memerlukan para ahli dan pakar di bidangnya untuk bisa dicalonkan sebagai anggota DPR.
“Di komisi I, kami perlu pakar-pakar pertahanan, para pakar-pakar diplomasi yang memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia. Di komisi IV kami memerlukan pakar-pakar pertanian. Nah, dengan proporsional terbuka, ketika kami menawarkan kepada para ahli untuk membangun Indonesia melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan di DPR,” ujar Hasto.
“Banyak yang mengatakan biayanya tidak sanggup. Karena proporsional terbuka dalam penelitian Pak Pramono Anung, minimum paling tidak harus ada (modal) yang Rp5 miliar untuk menjadi anggota dewan. Bahkan ada yang habis sampai Rp100 miliar untuk menjadi anggota dewan,” papar Hasto.
Oleh sebab itu, kata Hasto, kecenderungan struktur anggota dewan, banyak didominasi para pengusaha.
Sistem yang ada Indonesia saat ini, lanjut Hasto, meniru sistem di AS. Justru di AS, yang kerap dianggap ikonnya demokrasi, saat ini mengalami krisis, yang bahkan kesulitan saat akan memilih Ketua DPR-nya.
“Maka PDI Perjuangan menawarkan suatu wacana untuk mari kita berpikir ulang dalam demokrasi kita. Diskursus inilah yang menyehatkan demokrasi. Masalah nanti apapun yang diputuskan MK, kami sekali lagi PDI Perjuangan bukan pihak yang punya legal standing melakukan Judicial Review,” tegas Hasto.
Mengenai ketakutan bahwa PDIP sebagai parpol pemerintahan akan mengintervensi MK mengenai gugatan judicial review, Hasto menyiratkan hal demikian mengada-ada. Dan itu sudah terbukti dalam kasus Judicial Review UU Cipta Kerja. Kalau MK memang bisa diintervensi, seharusnya gugatan terhadap UU Cipta Kerja ditolak. Faktanya, gugatan itu diterima MK dan membuat keputusan baru.
“Buktinya banyak kepentingan pemerintah yang diusung PDI Perjuangan dalam judicial review kemudian hakim MK ambil sikap sesuai kenegarawanan hakim MK. Jadi semua pihak percaya pada kenegarawanan para hakim di MK karena itu jangan sekali-sekali intervensi,” ucap Hasto.
Tak Ada Intervensi MK
Lebih jauh, Hasto mengatakan, PDIP tak pernah melakukan judicial review atas sistem pemilu. Namun ketika MK menerima gugatan dari masyarakat dan memprosesnya, semua pihak harus menghormatinya. Itulah sikap yang dipegang oleh PDIP.
“Mahkamah Konstitusi kita percaya memiliki sikap kenegarawan karena di situ ada tiga lembaga yang ikut bertanggung jawab di dalam proses penempatan hakim-hakim Mahkamah Konstitusi.”
“Pertama dari DPR yang juga mengedepankan sikap kenegarawan. Kedua, dari pemerintah. Ketiga dari Mahkamah Agung. Sehingga ada tiga institusi yang tidak begitu mudah untuk diintervensi karena memang itu yang dijaga dengan sangat baik, dengan penuh tanggung jawab oleh Mahkamah Konstitusi,” imbuh Hasto.
Sebagai informasi, delapan fraksi di DPR RI hari ini, Minggu (8/1) melakukan pertemuan yang diwakili oleh Pimpinan partai politik. Pertemuan yang dilakukan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta itu untuk menyatakan sikap menolak proporsional tertutup atau coblos partai. (merdeka/pel/d2)
Discussion about this post