Oleh: Roi Gusriansyah Batubara, S.E., M.B.A
Waspada.co.id – Semakin berkembangnya teknologi dan perilaku masyarakat di Indonesia yang semakin beradaptasi khususnya dalam mekanisme pembayaran menggunakan berbagai bentuk pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi sehari-hari. Demikian pula dengan pengelolaan APBN yang semakin hari semakin berkembang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi saat ini.
Mekanisme pembayaran APBN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, dijelaskan bahwa pembayaran dari kas negara ke penerima dilakukan dengan du acara, mekanisme pembayaran langsung (LS) dan melalui bendahara masing-masing satuan kerja, Mekanisme LS dilakukan dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) berupa transfer pembayaran dari rekening kas negara langsung ke rekening penerima pembayaran, sementara mekanisme pembayaran melalui bendahara dilakukan dimana uang dari kas negara terlebih dahulu ditransfer ke rekening pengeluaran satuan kerja sebelum dibayarkan kepada penerima.
Mekanisme LS dilakukan pada hampir seluruh transaksi pembayaran APBN, namun masih disediakan ruang bagi pembayaran melalui bendahara khususnya untuk pembayaran operasional yang akan lebih efektif dilakukan oleh bendahara, khususnya untuk pembayaran yang berulang, insidentil, mendesak atau dalam jumlah kecil tertentu. Pembayaran melalui bendahara ini lah yang terus dilakukan upaya perbaikan pengelolaan oleh pemerintah, khususnya oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan – Kementerian Keuangan RI.
Saat ini, bendahara cenderung lebih menyukai menarik uang tunai dari rekening dan menyimpan dalam brankas, dan melakukan pembayaran secara tunai kepada penyedia barang dan jasa, hal ini sangat berpotensi munculnya fraud baik karena kelalaian manusia maupun hal-hal lainnya. Di sisi lain, pemerintah juga mengalami potensi adanya idle cash dimana uang yang telah keluar dari kas negara khususnya dalam bentuk tunai, tidak dapat dimanfaatkan atau dioptimalisasi baik dari sisi pencapaian output yang seharusnya diperoleh maupun dari sisi cost of fund. Untuk itu, Direktorat Jenderal Perbendaharaan semakin mendorong penggunaan non tunai melalui gerakan cashless society.
Provinsi Sumatera Utara secara demografis dan ketersediaan pendukung layanan, lebih dari memadai untuk menerapkan cashless society, baik dari sisi ketersediaan perangkat pendukung seperti jangkauan internet, cabang dan layanan perbankan, hingga besaran dana kelolaan yang masuk dalam 10 besar di Indonesia. Kanwil DJPb selaku perpanjangan tangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan di Sumatera Utara juga turut mendorong gerakan cashless society pada satuan kerja yang berada di wilayah kerjanya. Gerakan cashless society tersebut meliputi penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) termasuk Kartu Kredit Pemerintah Domestik (KKPD) yang baru dicanangkan oleh Presiden RI, pengelolaan belanja melalui Digipay sebagai sistem marketplace, dan upaya peningkatan penggunaan Cash Management System (CMS) atau yang lebih familiar dengan istilah internet banking yang digunakan pada rekening pengeluaran satuan kerja.
Cash Management System (CMS)
Melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 162/PMK.05/2013 yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 230/PMK.05.2016 tentang Kedudukan Dan Tanggung Jawab Bendahara Pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, dijelaskan bahwa pengelolaan rekening pengeluaran dilakukan oleh bendahara dan dalam pelaksanaannya dilengkapi dan menggunakan CMS.
Dengan menggunakan fasilitas CMS, bendahara tidak perlu dating ke bank untuk melakukan transaksi, selain itu sisi transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan juga akan lebih terjaga. CMS berbeda dengan internet banking yang umum digunakan masyarakat. Pada CMS, bendahara tidak dapat langsung mengeksekusi pendebetan rekening, melainkan harus ada approver yaitu kepala kantor atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang bertindak selaku pengambil keputusan, sehingga akuntabilitas akan lebih terjaga.
Tabel . 1
Utilisasi CMS per 30 Oktober 2022
No |
Provinsi |
Belum CMS |
Sudah CMS |
Total VA |
% CMS |
1 |
KALIMANTAN SELATAN |
269 |
315 |
584 |
54% |
2 |
BALI |
196 |
229 |
425 |
54% |
3 |
DKI JAKARTA |
1260 |
1309 |
2569 |
51% |
4 |
JAWA TIMUR |
935 |
682 |
1617 |
42% |
5 |
YOGJAKARTA |
236 |
170 |
406 |
42% |
……………………………………. |
|||||
19 |
SUMATERA UTARA |
681 |
287 |
968 |
30% |
……………………………………. |
|||||
32 |
PAPUA |
589 |
90 |
679 |
13% |
33 |
MALUKU UTARA |
343 |
28 |
371 |
8% |
34 |
MALUKU |
421 |
33 |
454 |
7% |
Sumber : Direktorat Pengelolaan Kas Negara – DJPb
Dari sisi utilisasi, penggunaan CMS di Sumatera Utara masih jauh dari kata ideal, berdasarkan data dari Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat ke-19 dari 34 provinsi dalam hal penggunaan CMS. Hal ini perlu ditingkatkan khususnya dengan membangun kesadaran dari para bendahara dan komitmen dari para KPA tentang pentingnya penggunanaan CMS dalam melakukan transaksi perbankan sehari-hari bagi seluruh satuan kerja.
Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dan Kartu Kredit Pemerintah Domestik (KKPD)
Penggunaan KKP bagi satuan kerja telah mulai dilaksanakan sejalan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan nomo 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah. Pada tahun 2022, sejalan dengan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Kementerian Keuangan bersama dengan kemendagri dan Himbara mempercepat realisasi penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) sebelum pelaksanaan Business Matching tahap kedua. Dalam hal ini, dikembangkanlah KKPD dengan mengedepankan penggunaan produk nasional dan mendorong penggunaan pada UMKM.
Perbedaan mendasar pada KKP dan KKPD adalah pada jalur pembayaran yang digunakan. Saat ini, penggunaan KKP diproses dengan menggunakan payment gateway Visa dan Mastercard dimana penerima pembayaran dikenakan biaya berupa Merchant Discount Rate (MDR) antara 2-3% dari total transaksi. Selain itu, penerima pembayaran juga harus dalam bentuk rekening giro, dimana hal itu menjadi salah satu penghalang digunakannya KKP bagi UMKM yang umumnya hanya memiliki rekening dalam bentuk tabungan. KKPD diusung dengan menggunakan jalur pembayaran Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), dimana seluruh proses pembayaran dilakukan di Indonesia oleh Bank Indonesia, sehingga tidak atau dikenakan biaya yang jauh lebih rendah dari sebelumnya. KKPD pada fase pertama, juga telah memfasilitasi pembayaran melalui mekanisme scan QRIS dari aplikasi mobile pengguna, sehingga merchant UMKM juga dapat berpartisipasi dalam penggunaannya.
Gambar 1
Perkembangan Penggunaan KKP di Indonesia
Sumber : Direktorat Pelaksanaan Anggaran – DJPb
Di Sumut, penggunaan KKP per 05 Desember 2022 baru mencapai Rp13,9 milyar, sejumlah angka yang jauh lebih kecil dibandingkan total transaksi di Indonesia per November 2022. Penggunaan KKP di Sumatera Utara saat ini masih didominasi oleh pembayaran perjalanan dinas termasuk tiket dan akomodasi. Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara telah memetakan permasalahan mengapa nilai penggunaan KKP diwilayah Sumatera Utara masih relative kecil, beberapa factor penyebab diantaranya kurangnya komitmen baik dari pimpinan satuan kerja maupun vendor yang menerima pembayaran penggunaan KKP.
Digipay
Digipay merupakan sistem marketplace yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan pada tahun 2019. Pada perjalanannya, penggunaan Digipay telah diakomodir dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor Per-7/PB/2022 tentang Penggunaan Uang Persediaan Melalui Digipay pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga yang mengakomodir adanya perubahan regulasi terkait KKP dan potongan pajak, simplifikasi pengguna, interoperabilitas platform dan penyempurnaan proses bisnis dalam belanja pemerintah. Yang membedakan Digipay dengan platform marketplace online yang telah dikenal umum adalah, Digipay telah memfasilitasi pemotongan pajak oleh bendahara dan penyesuaian sistem belanja pemerintah dimana transaksi baru dapat dibayarkan apabila barang yang dipesan oleh satuan kerja telah diterima secara utuh.
Tabel 2. Transaksi Digipay
NO | PROVINSI | JML TRX | NOMINAL | JML SATKER | TML VENDOR |
1 |
BALI |
3.750 |
10.610.335.913 |
200 |
279 |
2 |
DKI JAKARTA |
2.121 |
7.320.418.013 |
800 |
821 |
3 |
KALIMANTAN SELATAN |
5.629 |
6.317.658.368 |
500 |
374 |
4 |
JAWA TENGAH |
1.005 |
2.997.255.638 |
416 |
275 |
5 |
SULAWESI TENGGARA |
1.788 |
2.722.702.221 |
250 |
144 |
………………………………… |
|||||
11 |
SUMATERA UTARA |
923 |
1.891.117.245 |
313 |
157 |
………………………………… |
|||||
31 |
MALUKU |
53 |
182.909.400 |
109 |
17 |
32 |
SULAWESI UTARA |
96 |
178.917.604 |
193 |
39 |
33 |
MALUKU UTARA |
150 |
99.828.676 |
146 |
14 |
TOTAL |
29.311 |
56.200.036.898 |
8.558 |
3.948 |
Sumber : Direktorat Pengelolaan Kas Negara – DJPb
Data transaksi Digipay di Sumatera Utara juga belum maksimal, berdasarkan data rekapitulasi per 30 Npvember 2022. Provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat ke-11 dari 33 Provinsi. Hal ini disebabkan masih kurangnya kesadaran dan keaktifan dari satuan kerja dalam menggunakan Digipay sebagai tempat berbelanja kebutuhan khususnya operasional kantor.
Cashless Society di Sumut
Dengan melihat nilai penggunaan CMS, KKP dan Digipay di Sumatera Utara yang masih rendah, sementara dibandingkan dengan pagu anggaran yang sangat besar serta dengan kelengkapan fasilitas non tunai, Sumut memiliki potensi yang sangat besar dalam menerapkan penggunaan transaksi non tunai.
Upaya peningkatan dan implementasi cashless society tidak dapat dilakukan dan didorong oleh Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara beserta 11 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dibawahnya, tetapi juga membutuhkan komitmen dan Kerjasama khususnya dari pihak satuan kerja selaku pengguna dan pihak perbankan untuk mendukung kelancaran penggunaan non tunai.
Perubahan memang tidak dapat dilakukan dalam semalam, namun membutuhkan Langkah-langkah strategis dalam melaksanakannya. Pertanyaannya bukan bisa atau tidak satuan kerja dapat menerapkan cashless society pengelolaan uang persediaan pada kantornya masing-masing, tetapi lebih kepada mau atau tidak dan komitmen para pimpinan satuan kerja dengan didorong oleh keterampilan para staf nya.
Penerapan cashless society dan mampu meraih peringkat peringkat 3 besar di Indonesia pada tahun 2023 bukanlah sesuatu yang mustahil, selama para pemangku kepentingan dan pengguna seperti satuan kerja dan penyedia barang/jasa selaku pengguna, perbankan selaku penyedia layanan, dan Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara dapat mewujudkan komitmen dan kerja yang nyata dalam menuju masyarat cashless society.
*Pejabat Pengawas Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. Sumut
Discussion about this post