MEDAN, Waspada.co.id – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) mengecam tindakan represif polisi saat mengamankan aksi demo soal bahan bakar minyak (BBM) di Pematangsiantar.
Akibatnya, seorang mahasiswa menjadi korban penembakan gas air mata terpaksa dirawat di rumah sakit.
Kepala Operasional KontraS Sumut, Adinda Zahra Noviyanti, mengatakan tindakan brutal kepolisian dalam pengamanan aksi itu merupakan bentuk penghianatan terhadap demokrasi.
“Itu bentuk penghianatan terhadap demokrasi. Penembakan gas air mata dilakukan kepolisian dengan mengarahkan langsung massa aksi dari jarak empat meter, sangat disayangkan. Upaya damai mahasiswa justru direspon dengan tindakan berlebihan,” kata Dinda, Rabu (7/9).
Ia menjelaskan, tindakan itu juga mempertontonkan polisi mengkerdilkan ruang kebebasan sipil. Padahal polisi harusnya hadir untuk melakukan pengamanan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Dinda menambahkan, aksi puluhan mahasiswa tersebut masih wajar dilakukan sebagai respon kemarahan terhadap kenaikan harga BBM. Seharusnya, polisi mengacu kepada instrumen dalam pengendalian massa yang tertuang di Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pengendalian Massa.
“Sayangnya instrumen itu tidak dilakukan dalam konteks pengamanan massa aksi di Siantar. Dalam penerapan kekuatan, polisi telah memiliki Perkap Nomor 1 tahun 2009 penggunaan kekuatan dalam tindak kepolisian,” ungkanya.
“Kepolisian harusnya malu, karena telah berkali-kali mengangkangi aturan-aturannya sendiri. Saat ini citra kepolisian sedang di ujung tanduk,” sambungnya.
Dengan demikian, lanjut Dinda, KontraS Sumut mendesak pihak kepolisian memberikan akses keadilan selebar-lebarnya bagi para mahasiswa yang menjadi korban dalam penggunaan kekuatan berlebihan.
“KontraS Sumut akan membuka hotline pengaduan bantuan hukum bagi massa aksi ‘Tolak Kenaikan Harga BBM’ yang menjadi korban kekerasan,” pungkasnya. (wol/man/d1)
Editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post