MEDAN, Waspada.co.id – Dari sisi nominal, ada kenaikan ekspor di bulan juni dibandingkan dengan sebulan sebelumnya. Angkanya sangat fantastis naik sebesar 65.87%.
“Tetapi kita tidak perlu senang dulu dengan realisasi peningkatan ekspor sebesar itu. Karena pada dasarnya realisasi ekspor pada Juni yang sebesar $1.26 Miliar, masih lebih rendah dibandingkan dengan realisasi ekspor pada bulan april yang sebesar $ 1.29 milyar dolar,” tutur Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin, Rabu (10/8).
Bahkan realisasi ekspor pada Mei 2022 anjlok 40.99% dibandingkan dengan ekspor pada April. Salah satu pemicu anjloknya ekpsor Sumut pada Mei, yakni kebijakan DMO/DPO untuk produk turunan kelapa sawit.
“Selain itu dipicu libur panjang Idul fitri. Namun, pada dasarnya Sumut banyak kehilangan devisa di bulan Mei tersebut, Bayangkan harga CPO pada bulan Mei itu berkisar antara 6.000 hingga 7.000 ringgit per tonnya. Tetapi berapa besar devisa yang didapatkan? Bahkan realisasi ekspor minyak hewan atau nabati pada bulan Mei anjlok 68.76%. Artinya disaat harga CPO lagi tinggi tingginya, ekspor SUMUT malah jatuh tidak karuan besarnya. Sumut benar-benar dirugikan dengan kebijakan DMO/DPO minyak CPO sebelumnya,” jelasnya.
Pada Juni harga CPO justru berada dalam tren turun, dari kisaran 5.500 menuju 4.500 ringgit per tonnya. Di saat itu realisasi ekspornya justru bisa mendekati realisasi ekspor April. Padahal relaksasi kebijakan pelonggaran ekspor belum sepenuhnya pulih. Tetapi lihat realisasi ekspornya dalam nominal mengalami pemulihan, meskipun dalam bentuk kuantitas barang jumlahnya belum tentu mendekati atau sama dengan realisasi April sebelumnya.
“Jadi kita tinggal bayangkan saja, seandainya bulan Mei itu tidak ada pembatasan ekspor, dengan harga CPO yang menjulang. Jadi kenaikan ekspor pada Juni ini belum memposisikan ekspor Sumut berada dalam kondisi yang pulih. Kebijakan internal memaksa ekspor Sumut anjlok, dan pendapatan devisa berkurang. Bahkan saya menghitung dibulan Mei saja Sumut mengalami potensi kehilangan devisa ekspor sebesar $1.09 Miliar,” jelasnya.
Jadi kalau berbicara ekspor Sumut sebenernya masih babak belur, luka yang diakibatkan dari kebijakan DMO/ DPO tersebut belum sepenuhnya terobati. Tetapi kalau berbicara dampak positif dari kebijakan tersebut juga tidak kalah besar. Harga minyak goreng khususnya minyak goreng curah turun sesuai HET.
“Jadi kerugian yag diakibatkan dari kinerja ekspor Sumut khususnya dari produk turunan minyak kelapa sawit, sangat membebani pengusaha, petani, dan tentunya devisa Negara. Tetapi inilah pilihan kebijakan yang ditempuh. Tidak menyenangkan semua pihak, dan sayangnya telah memakan banyak korban,” tandasnya. (wol/eko/d1)
Discussion about this post