MEDAN, Waspada.co.id – Sidang dugaan korupsi PT PSU dengan terdakwa Ir. Heriati Chaidir kembali digelar di ruang Cakra II, Pengadilan Negeri Medan dengan agenda pembacaan duplik dari penasehat hukum terdakwa.
Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Sulhanuddin tersebut, M. Ibnu Hidayah, dalam dupliknya menolak dalil-dalil tuntutan dan replik penuntut umum seluruhnya.
“Bahwa jika disimak dan diteliti secara seksama, ternyata dalil-dalil replik yang diajukan oleh penuntut umum sebagian besar hanya pengulangan dari surat tuntutan dan secara hukum tidak dapat membantah dan memungkiri kebenaran dari dalil-dalil pembelaan terdakwa keseluruhannya,” katanya, Kamis (14/7).
Dia juga menjelaskan, bahwa terkait unsur setiap orang, kami tetap pada dalil pembelaan karena sebagaimana fakta yang terbukti di persidangan PT PSU adalah pihak yang diuntungkan terhadap perolehan aset perkebunan simpang koje dan PT PSU yang memperoleh, mengelola dan menikmati hasil dari aset perkebunan kelapa sawit yang dipermasalahkan oleh Penuntut Umum.
“Bahwa dalam dalil repliknya penuntut umum telah mengakui bahwasannya luas areal terakhir yang dilakukan penanaman pada periode Terdakwa Heriati Chaidir adalah seluas 1494 Ha /2 seluas 1494 Ha. Hal mana juga berkesesuaian dengan keterangan Saksi Sahabat Ali yang menyatakan penanaman kebun kelapa sawit yang dilakukan di masa terdakwa seluas lebih kurang 1450 Ha,” ucapnya.
Bahwa sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan, lanjutnya, penanaman yang dilakukan pada tahun 2010 seluruhnya dilakukan dan dilaksanakan oleh Darwin Nasution, SH selaku Direktur Utama PT. PSU yang menggantikan terdakwa pada bulan Mei 2010.
“Sehingga penanaman yang dilaksanakan pada periode Direktur Darwin Nasution sejak Mei 2010 juga ikut diukur oleh Juru Ukur BPN pada saat itu, sehingga hasil pengukuran tidak relevan untuk dikaitkan pada penanaman terdakwa yang terakhir dilaksanakan pada tahun 2009,” katanya.
Sementara mengenai penanaman yang terindikasi melewati batas Patok 100 adalah merupakan areal bibitan yang topografi lahannya datar dan dekat dengan aliran sungai sehingga digunakan sebagai areal untuk meletakkan bibit, hal mana ditegaskan oleh Saksi Harun Arrasyid dan Darwin Sembiring yang menegaskan bahwasannya areal bibitan tersebut tidak lebih dari 5 hektar.
“Bahwa Saksi Elfina Hasibuan, Muhyan Tambuse, Edward Simanjuntak juga menegaskan tidak ada penanaman di luar izin lokasi pada periode terdakwa Heriati Chaidir, sebab masih ada areal di dalam izin lokasi yang dapat ditanami. Bahwa berdasarkan hal tersebut, terbukti tidak ada areal di luar izin lokasi yang dilakukan penanamannya semasa periode terdakwa,” tuturnya.
Kemudian sebagaimana dijelaskan pada Poin I dan II Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penerapan Sanksi Administrasi di Bidang Kehutanan ditegaskan bahwasannya keterlanjuran atas kebun yang terbangun di Kawasan Hutan maupun di penunjukan kawasan hutan, tidak dapat dipidana dan hanya dikenai sanksi administratif, sehingga secara hukum belum dapat dinyatakan memenuhi unsur melawan hukum.
“Terkait substansi hasil audit, kembali Kami tegaskan bahwasannya terhadap GRTT dari PT. Perkebunan Sumatera Utara kepada Masyarakat Desa Simpang Koje yang lahannya masih terindikasi dengan penunjukan Kawasan Hutan Produksi terbatas, adalah Sah Secara Hukum sebab GRTT dilakukan di areal yang belum ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Tetap dan Hak Garap Masyarakat diakui,” ucapnya.
Karena itu, PH terdakwa mengatakan berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan tersebut di atas, cukup beralasan hukum bagi yang mulia menolak atau mengenyampingkan dalil-dalil tuntutan dan replik dari penuntut umum tersebut.
“Seterusnya Kami selaku penasihat hukum dari terdakwa menyatakan tetap pada dalil pembelaan Kami dan bermohon yang mulia ketua dan majelis hakim, agar kiranya berkenan untuk mengabulkan dan menerima nota pembelaan (pledoi) untuk seluruhnya,” pungkasnya.(wol/ryan/d1)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post