PANYABUNGAN, Waspada.co.id – Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Republik Indonesia Wilayah Sumatera Utara, mengungkapkan sejumlah kejanggalan pada kasus Akhmad Arjun Nasution, tersangka tambang emas ilegal di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) yang ditangani Polda Sumut.
Ada beberapa catatan yang dikemukakan organisasi itu dalam prosesnya di Ditreskrimsus Polda Sumut sebelum berkas tahap II kasus ini dilimpahkan ke kejaksaan.
Kejanggalan itu disebut, seperti dugaan dalam pengaburan barang bukti sehingga terjadinya perubahan pasal yang disangkakan terhadap tersangka.
“Ada beberapa yang kita lihat janggal dalam penanganan kasus ini. Antara lain, tidak dilimpahkannya barang bukti excavator. Kemudian perubahan pasal dari Pasal 158 ke Pasal 161,” kata Pengacara GNPK RI Sumut, Fendi Luaha SH, kepada wartawan, Selasa (24/5).
Perubahan pasal ini katanya sudah diprediksi olehnya, agar tuntutan terhadap tersangka lebih ringan.
Kejanggalan lainnya, adanya perlakuan istimewa terhadap tersangka. Menurut Fendi, saat proses pelimpahan tahap II, seharusnya penyidik sudah bisa melakukan penjemputan paksa terhadap tersangka, tidak harus menunda-nunda dalam pelimpahannya.
“Penyidik seharusnya saat itu bisa melakukan jemput paksa terhadap tersangka. Dan logika, alat berat yang menjadi barang bukti tidak bisa dititip rawat atau dipindah tangankan tanpa persetujuan penyidik,” jelasnya.
Catatan inilah yang mendorong GNPK RI Sumut menyurati Kapoldasu, Irjen Pol RZ Putra Panca Simanjuntak. Dengan suratnya bernomor 18/GNPK-RI/SU-IP/V/2022, berharap Kapoldasu dapat menindak penyidik bahkan Direktur Reskrimsusnya karena GNPK RI Sumut mencurigai adanya permainan. (wol/wang/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post