DOLOKSANGGUL, Waspada.co.id – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Sumatera Utara (FITRA-Sumut), meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit seluruh dana yang dialokasikan untuk pembelian obat-obatan tahun anggaran 2021 di RSUD Doloksanggul, Kabupaten Humbahas.
Pengauditan itu bertujuan untuk mengetahui ke mana saja alokasi yang telah dikeluarkan dari anggaran pembelian obat tahun anggaran 2022 sebesar Rp5.375.000.000, termasuk membayar utang obat tahun anggaran 2021.
Harapannya, audit yang dilakukan dapat menjawab kepada publik apa faktor yang menyebabkan ada utang pada tahun sebelumnya. Demikian dikatakan Divisi Advokasi dan Data Fitra Sumut, Irvan Hamdani Hasibuan, Selasa (19/4), melalui pesan singkat WhatsApp.
Irvan menuturkan, anggaran untuk pembelian obat-obatan sebesar Rp5.375.000.000 yang dianggarkan tahun 2022 sudah termasuk membayar utang obat tahun 2021, tentunya itu telah menyalahi aturan. Sebab, APBD yang telah disusun untuk tahun berjalan, bukan untuk tahun sebelumnya. “Tentunya ini telah menyalahi aturan, karena APBD disusun untuk tahun berjalan dan bukan tahun sebelumnya,” katanya.
Menurutnya, pembelian obat juga tidak transparan dibuka ke publik oleh pihak rumah sakit. Sebab, harus membayar utang yang menyedot anggaran miliaran rupiah tahun 2022.
“Apa nama perusahaannya, harusanya disampaikan saja siapa penyedia obat-obatan di rumah sakit tersebut dan berapa utang tahun sebelumnya dan kenapa pihak rumah sakit bisa berutang pada tahun sebelumnya,” singgungnya.
Untuk itu, Irvan menilai, perencanaan anggaran rumah sakit itu tampak kurang baik. Sebab, penyusunan APBD sudah menggunakan sistem aplikasi SIPD, sehingga penyusunannya lebih transparan dan terinci.
“Rumah sakir harus transparan, apa faktor yang menyebabkan ada utang pada tahun sebelumnya. Apalagi anggaran pengadaan obat-obatan melalui e-katalaog untuk tahun 2022 ini, itu tidak dianggarkan pada tahun sebelumnya. Ini tentunya sangat menyalahi , jika dibebankan pada tahun anggaran 2022,” katanya.
Disamping itu, Irvan menegaskan, Fitra meminta kepada DPRD Kabupaten Humbahas agar menyurati BPK untuk mengaudit anggaran pengadaan obatan tersebut, agar pengadaan obatan ini jelas persoalannya.
“Semestinya DPRD mendorong dilakukan audit terkait anggaran pengadaan obat-obatan ini. Agar jelas persoalannya kenapa bisa berutang pada tahun lalu, serta siapa pihak ketiga yang menyediakan obat-obatannya,” tuturnya.
DPRD dalam hal ini memiliki tiga fungsi, salah satunya fungsi penganggaran, jadi DPRD harus tahu bahwasanya ada utang rumah sakit dan penggunaan anggaran harus mendapat persetujuan DPRD. “Jadi, setiap penggunaan uang APBD, satu sen pun mestinya memang harus ada persetujuan DPRD,” katanya. (wol/ds/d2)
editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post