Texas, Waspada.co.id – Sekolah di luar negeri merupakan impian banyak anak bangsa. Apalagi jika menuntut ilmu hingga ke negeri orang itu diraih melalui beasiswa.
Seperti Fisti Palari, pelajar SMA Negeri 2 Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara ini mengikuti program beasiswa pertukaran pelajar ke Amerika Serikat, Kennedy-Lugar Youth Exchange & Study (KL-YES) tahun 2021-2022 yang disponsori oleh pemerintah Amerika Serikat.
Kepada Waspada Online, Fisti membagikan pengalamannya selama mengikuti program pertukaran pelajar, termasuk menjalankan ibadah puasa sebagai minoritas.
Berikut artikel yang sudah Waspada Online rangkum.
Halo! aku Fisti Palari pelajar SMAN 2 Kisaran-Asahan. Sekaligus perwakilan Bina Antarbudaya chapter Medan yang sekarang lagi mengikuti program beasiswa pertukaran pelajar ke Amerika Serikat, Kennedy-Lugar Youth Exchange & Study (KL-YES) tahun 2021-2022 yang disponsori oleh pemerintah Amerika Serikat. Enggak terasa, 8 bulan sudah aku menetap di Nacogdoches, kota tertua di negara bagian Texas. Selama disini aku gak perlu mikirin biaya hidup ataupun biaya sekolah karena sudah tercakup dalam beasiswa. Aku juga ditempatkan dengan keluarga angkat yang merupakan warga Amerika untuk menemaniku selama disini. Aku ditempatkan dengan The Oliver’s family, keluarga kecil yang sudah aku anggap seperti keluarga sendiri. Disini, aku bersekolah di Nacogdoches High School yang berjarak kurang lebih 3 menit dari rumah keluarga angkatku. Aku senang sekali ketika mengetahui kalau aku hanya bersekolah dari hari Senin-Jum’at dan untuk jam sekolahku disini sama dengan di Indonesia, dari jam setengah 8 pagi sampai jam 3 sore.

Puasa pertama di Amerika jatuh pada tanggal 2 April 2022. Sekarang Texas sedang peralihan dari musim semi ke musim panas yang menjadikan siang hari menjadi lebih panjang. Hal ini mempengaruhi puasaku yang menjadi 2 menit lebih lama setiap harinya dan sekarang aku berpuasa hampir 15 jam lamanya. Untuk menandakan waktu shalat dan sahur ataupun berbuka, aku biasanya menggunakan sebuah aplikasi beribadah, Muslim Pro, di HPku. Dengan menahan beratnya kantuk, aku berusaha konsisten untuk membangun-kan diri di jam setengah lima setiap paginya. Karena, cuman aku yang bangun sepagi itu untuk sahur alarm HP-lah yang menjadi tatanan keberlangsungan ibadah puasaku selama disini. Aku selalu menyediakan nasi di meja sebagai makanan pokok-ku untuk sahur dan berbuka. Untuk lauk, semuanya tergantung motivasi diri untuk memasak supaya bisa makan makanan kesukaanku atau menunggu Ibu atau Ayah angkatku memasakkan makanan yang enggak kalah enaknya. Pulang sekolah adalah waktu yang biasa kugunakan untuk mulai memasak apa saja yang aku pengen. Biasanya sih, kalau enggak martabak telur ya nasi goreng. Makanan simpel favorit keluargaku yang menjadi karya andalanku. Kelangkaan bahan masakan yang biasa ada di Indonesia-lah alasan kenapa aku cuman masak dua makanan itu. Di Nacogdoches sendiri enggak ada supermarket Asia, jadi aku harus cerdik untuk mengolah bahan yang biasa ditemui di Asian Section-nya Walmart atau Kroger. Perihal halal enggaknya, salah satu anggota dari komunitas muslim disini merekomendasikan-ku untuk berpatokan dengan Kosher, halal-nya orang Yahudi. Karena mereka juga tidak mengkonsumsi apa yang tidak kita konsumsi. Tinggal lihat logo Kosher atau “K” di kemasan dan Insha Allah perutku kenyang dan berkah.

Banyak yang nanya gimana sih tinggal di negara dimana Islam menjadi minoritas. Jawabannya, toleransi-lah yang kuterima dari teman dan orang-orang yang kutemui selama disini. Islam bukanlah hal yang baru bagi mereka, bahkan beberapa dari mereka yang kutemui memiliki pemahaman yang luas akan Islam. Seperti keluarga angkatku yang selalu memastikan aku dapat menjalankan ibadah dengan nyaman. Hampir semua orang di Amerika sudah menganggap anjing sebagai bagian dari keluarga mereka, jadi enggak heran kalau kita melihat anjing yang tidur bersama anak kecil dan bahkan bayi. Inilah yang awalnya menjadi kekhawatiranku untuk beribadah sementara keluarga angkatku memiliki 2 ekor anjing di rumah mereka. Ternyata, begitu aku sampai di rumah anjing-anjingnya sudah dibatasi untuk tidak lagi masuk ke area kamarku dan mereka hanya diperbolehkan masuk ke dalam rumah ketika malam hari. Memasuki bulan puasa, keluarga angkatku enggak kalah antusiasnya denganku. Mulai dari menyiapkan makanan penuh protein supaya aku semangat puasa sampai mendekorasi rumah. Mereka bahkan memasang obor-obor bambu di sekitar pintu rumah dan memasang pernak-pernik bulan ramadhan seperti lilin, bulan sabit, dan lentera untuk menghias rumah. Komitmen keluargaku untuk memundurkan jam makan malam ke jam buka puasa dan Ayah angkatku yang ikut berpuasa bersamaku membuatku merasa sangat disayang oleh keluarga ini. Mereka juga selalu antusias untuk nganterin aku ke masjid di hari jum’at saat libur sekolah. Iya, kalian enggak salah dengar. 15 menit dari rumahku ada sebuah masjid kecil yang dibangun oleh komunitas muslim setempat. Mereka aktif menggelar shalat Jum’at setiap minggunya dan mengadakan buka bersama setiap harinya selama bulan puasa. Sama kayak negara lainnya, COVID masih saja mewabah disini tapi enggak mengganggu aktivitas warga sini. Bahkan pemakaian masker enggak lagi menjadi kewajiban dan hanya dianjurkan ketika berada di dalam gedung tertutup.
Bulan ini bisa dibilang bulan yang sangat baik untuk aku pribadi, mulai dari salah satu karya facemug yang aku buat di Ceramic Class berhasil dipajang di salah satu galeri seni yang ada di kota-ku sampai dengan aku yang berhasil diterima di organisasi National Honor Society. Salah satu organisasi kepemimpinan yang sangat bergengsi disini, karena untuk masuknya saja nilaiku harus A semua dan aku juga diharuskan untuk menulis esai dalam bahasa Inggris. Biasanya di bulan puasa gini, aku merasa mendapatkan perlakuan khusus dengan warung-warung makan yang selalu menutupi dagangan mereka dengan kain sebelum jam berbuka. Namun disini, menjadi godaan tersendiri bagiku ketika melihat orang-orang di sekelilingku tetap makan seperti biasanya. Membuatku semakin merasakan kenikmatan dan berkah Ramadhan setiap kali aku berhasil berpuasa hingga waktu berbuka tiba, sebagaimana Ramadhan yang selalu menjadi bulan penuh kebaikan. Bulan ini juga membuat homesick-ku semakin menjadi-jadi dengan merindukan beribadah puasa bersama dengan teman-teman dan keluarga yang ada di Indonesia. Insha Allah, bulan ini menjadi bulan yang paling berkesan selama aku disini. (wol/fisti/ega/d2)
Discussion about this post