JAKARTA, Waspada.co.id – Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) membantah tuduhan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (Kemenlu AS) tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Aplikasi PeduliLindungi.
“Tuduhan aplikasi PeduliLindungi tidak berguna dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar. Marilah kita secara seksama membaca laporan asli dari US State Department. Laporan tersebut tidak menuduh penggunaan aplikasi ini melanggar HAM. Kami memohon agar para pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran,” ujar juru bicara Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/4).
Bahkan, sejak pertama kali diluncurkan pada Maret 2020, aplikasi PeduliLindungi melalui fitur kewaspadaan telah berhasil melakukan upaya pencegahan pasien Covid-19 dan warga yang berisiko berkeliaran di tempat umum sehingga dapat menulari warga lainnya.
“PeduliLindungi turut berkontribusi pada rendahnya penularan Covid-19 di Indonesia dibanding negara tetangga dan bahkan negara maju. Aplikasi ini memiliki peran yang besar dalam menekan laju penularan saat kita mengalami gelombang Delta dan Omicron” ujar Nadia.
Aplikasi ini kini sudah diunduh oleh lebih dari 90 juta orang dan telah membantu mencegah warga yang terinfeksi mengakses fasilitas dan tempat umum seperti pusat perbelanjaan, airport, pelabuhan, hotel, dan gedung perkantoran.
“Aplikasi PeduliLindungi yang telah diunduh pasien positif Covid-19 akan berwarna hitam ketika aplikasi tersebut dipindai di pintu masuk tempat umum sehingga petugas keamanan dapat mencegah masuk pasien tersebut, lalu melaporkan yang bersangkutan ke Satgas Covid-19 untuk ditangani lebih lanjut” katanya.
Lebih lanjut dikatakan penggunaan PeduliLindungi secara masif memberikan dampak positif untuk melakukan kebijakan surveilans selain fitur pencarian lokasi vaksin terdekat, fitur telemedisin dan pengiriman obat, fitur penerbitan dan dompet digital sertifikat Indonesia berstandar WHO.
Hal tersebut memberikan kemudahan perjalanan Warga Negara Indonesia lintas negara, fitur kartu kewaspadaan kesehatan untuk perjalanan domestik, dan data statistik untuk pengambilan keputusan strategis pemerintah.
“Sepanjang 2021-2022, PeduliLindungi telah mencegah 3.733.067 orang dengan status merah (vaksinasi belum lengkap) memasuki ruang publik dan telah mencegah 538.659 upaya orang yang terinfeksi Covid-19 (status hitam) melakukan perjalanan domestik atau mengakses ruang publik tertutup,” katanya.
PeduliLindungi telah memuat prinsip-prinsip tata kelola aplikasi yang jelas, termasuk kewajiban untuk tunduk dengan ketentuan perlindungan data pribadi. Pengembangan PeduliLindungi juga mengacu pada kesepakatan global dalam Joint Statement WHO on Data Protection and Privacy in the Covid-19 Response tahun 2020, yang menjadi referensi berbagai negara atas praktik pemanfaatan data dan teknologi protokol kesehatan Covid-19.
“Aspek keamanan sistem dan perlindungan data pribadi pada PeduliLindungi menjadi prioritas Kementerian Kesehatan. Seluruh fitur PeduliLindungi beroperasi dalam suatu kerangka kerja perlindungan dan keamanan data yang disebut Data Ownership and Stewardship,” katanya.
Sebelumnya, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (Deplu AS) merilis Laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) di Negara-Negara Tahun 2021. Salah satu yang disoroti dalam laporan tahunan Praktik HAM 2021: Indonesia adalah penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
“Pemerintah mengembangkan PeduliLindungi, sebuah aplikasi smartphone yang digunakan untuk melacak kasus Covid-19. Peraturan pemerintah berupaya menghentikan penyebaran virus dengan mewajibkan individu yang memasuki ruang publik seperti mal untuk check-in menggunakan aplikasi. Aplikasi ini juga menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu,” tulis laporan tersebut, dikutip oleh tvOnenews.com pada Jumat (15/4/2022) dari situs Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia.
Lebih lanjt laporan tersebut mengatakan bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menyatakan keprihatinannya. (tvone/ags/d2)
Discussion about this post