MEDAN, Waspada.co.id – Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, angkat bicara mengenai tidak ditahannya kedelapan tersangka kasus kerangkeng oleh penyidik Dit Reskrimum Polda Sumut.
Menurutnya, terkait penahanan itu adalah kewenangan penyidik berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Penahanan akan dilakukan penyidik jika ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
“Hal ini disebut syarat subyektif penahanan. Berdasarkan Pasal 21 ayat (4) KUHAP ada syarat obyektif penahanan, sehingga penahanan akan dilakukan pada tersangka/terdakwa yang diancam dengan tindak pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tersangka/terdakwa tindak pidana pasal-pasal tertentu di KUHP, ordonansi bea cukai, UU Darurat 8/1955 dan UU Narkotika,” katanya, Selasa (29/3).
Poengky mengungkapkan, kasus kerangkeng terus bergulir dan memasuki babak baru dengan ditetapkannya delapan orang tersangka termasuk Dewa Perangin-angin anak dari Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin-angin.
“Peristiwa ditemukannya kerangkeng ini menyita perhatian publik bahkan hingga ke penetapan delapan orang tersangka. Kemudian membawa harapan bagi masyarakat bahwa kasus ini akan segera tuntas hingga ke aktor intelektualnya,” ungkapnya hanya saja saat ini penyidik Polda Sumut belum menahan para tersangkanya.
Poengky menuturkan, alasan penyidik menjerat tersangka dengan Pasal UU 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO karena memang cukup rumit pembuktiannya sehingga dikhawatirkan waktu penahanan dapat segera habis jika tersangka ditahan.
“Jadi hemat saya sudah benar penyidik untuk tidak tergesa-gesa menahan, karena jika dilakukan secara pragmatis dapat berakibat tidak efektif dalam penegakan hukum,” pungkasnya. (wol/lvz/d2)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post