MEDAN, Waspada.co.id – Nilai ekspor Sumatera Utara di Desember 2021mengalami kenaikan sebesar 14.96% dibandingkan November 2021). Sedangkan jika bandingkan dengan Desember 2020, kenaikan ekspor Sumut mengalami lonjakan sebesar 51.86%.
Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin menuturkan kenaikan ekspor Sumut selama pandemi Covid-19 memasuki tahun kedua (2021) tidak terlepas dari kenaikan harga CPO yang naik 100% lebih.
“Sumut mendapatkan berkah dari kenaikan harga minyak sawit dunia atau CPO. “Kenaikan ekspor ini tentunya membuat Sumut mendapatkan pemasukan yang tinggi dari sisi ekspor. Angka realisasi devisa yang masuk ke Sumut selama Januari-Desember 2021 angkanya mencapai 6.6 miliar US Dolar, jauh lebih tinggi dari tahun 2020 yang sebesar 4.1 miliar US Dolar,” tuturnya, Sabtu (12/2).
Ada pemasukan 2 miliar US Dolar lebih selama tahun 2021 dibandingkan tahun 2020. Ini kenaikan yang fantastis dan sejauh ini harga. CPO masih dikisaran 5.400-an ringgit per ton. Januari 2022 ini Sumut masih berpeluang mencetak kenaikan ekspor dibandingkan Desember 2021.
“Hanya saja, ancaman muncul dari kebijakan DMO/DPO yang diterapkan pemerintah,” jelasnya.
Walaupun belum bisa dipastikan bagaimana implementasi kebijakan DMO/DPO di lapangan beserta dampaknya seperti apa, kata dia, namun diharapkan realisasi eskpor di Februari ini masih mampu dipertahankan. Mengingat Sumut sangat bergantung pada tanaman sawit beserta produk olahannya.
“Sementara itu, untuk kinerja impor Desember 2021 dibandingkan dengan November 2021 mengalami penurunan sebesar 15.63%. Penurunan tersebut saya pikir tidak perlu dikhawatirkan terlalu jauh karena bisa jadi aktivitas impor memang turun karena banyaknya waktu libur selama Desember 2021. Tetapi indikasi yang paling bisa dibandinkan adalah kinerja impor Desember 2021 dengan impor desember 2020,” ungkapnya.
Angkanya mengalami kenaikan sebesar 17.25%. Angka tersebut bisa dijadikan indikasimulai pulihnya ekonomi Sumut. Mengingat komposisi impor Sumut dari barang modal dan bahan baku/penolong ini jauh lebih besar dari barang konsumsi yang bisa diterjemahkan bahwa ekonomi Sumut masih membutuhkan sokongan barang modal dan penolong dari negara lain sebagai motor penggerak ekonomi.
“Jadi sekalipun impor naik juga tidak harus dikhawatirkan terlalu berlebihan. Terpenting ke depan bagaimana Sumut harus bisa membuat neraca dagang surplus. Karena surplus itu menjadi indikasi Sumut untung berdagang dengan negara lain,” pungkasnya. (wol/eko/d1)
Discussion about this post