Waspada.co.id – Tak habis-habis rasanya masalah menimpa rakyat Indonesia di tengah masa pandemi Covid-19 seperti saat ini. Terbaru, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) merilis aturan baru terkait pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT), dan kini aturan tersebut justru menuai polemik
Satu hal yang menjadi permasalahan atau polemik pencairan dana JHT, yakni dana tersebut sesuai dengan Permenaker Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT, yakni dana baru bisa diambil pada usia 56 tahun.
Aturan ini terdapat pada Pasal 3 Permenaker, yang isisya Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
Seperti diketahui jika JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Lantas, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 mulai berlaku setelah 3 bulan terhitung sejak tanggal diundangkan atau mulai Mei 2022.
Sontak aturan pada Pasal 3 ini menuai kritikan banyak pihak, sebut saja anggota DPR RI, para pekerja, dan buruh. Hal ini dikritik karena bagaimana jika kondisinya seorang pekerja harus di-PHK sebelum berusia 56 tahun, tentu dana tersebut tidak dapat diambil.
Tentunya aturan yang baru dirilis ini akan menambah beban masyarakat kecil dan menengah di negeri ini. Terlebih saat ini seluruh dunia termasuk Indonesia sedang dilanda Pandemi Covid-19, yang tidak tahu kapan berakhirnya.
Terkait hal ini, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal bahkan menegaskan untuk meminta Presiden Joko Widodo memecat Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Said karena dinilai kerap mementingkan kelompok usaha dan melupakan pekerja.
Tuntutan ini tentunya bentuk serta luapan kemarahan para buruh yang diwakili oleh KSPI. Karena memang, kalau alasan dari Menaker Ida Fauziyah dana JHT disesuaikan untuk kesejahteraan di hari tua, maka saat ini tidak tepat. Karena memang di usia apapun saat ini sangat membutuhkan biaya demi menyambung hidup di tengah pandemi.
Kritikan pedas juga datang dari anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani yang meminta pemerintah mengkaji ulang, bahkan mencabut aturan ini. Ia mengkritik bahwa akan banyak konsekuensi yang diterima dari aturan ini. Salah satunya tentu kesejahteraan rakyat Indonesia.
Sudah dapat dipastikan jika aturan mengenai JHT ini tidak cepat diselesaikan maka ini akan menjadi ‘Bom Waktu’ yang kapanpun bisa meledak. Dan dampaknya bisa dibayangkan bagaimana besarnya, mengingat ini terkait dengan kehidupan orang banyak.
Untuk itu, Menaker Ida Fauziyah harus cepat dalam mengambil langkah agar permasalahan ini tidak terus berpolemik. Dari berbagai informasi yang dihimpun, Menaker berencana untuk berdialog dan melakukan sosialiasi dengan pemangku kepentingan terkait mengenai perubahan mekanisme pencairan JHT.
Lantas, dialog akan difokuskan ke serikat pekerja atau buruh, menyusul serangkaian protes yang mengemuka di kalangan masyarakat soal ketentuan yang tertuang dalam Permenaker No. 2/2022 tersebut.
Lantas, terkait JHT, Menaker beralasan, setelah mempertimbangkan banyaknya program jaminan sosial untuk para buruh tersebut, maka khusus JHT dikembalikan kepada fungsinya, yakni sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya memiliki harta sebagai biaya hidup di masa sudah tidak produktif lagi.
Karena itu, uang JHT sudah seharusnya diterima oleh buruh di usia pensiun, cacat total, atau meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sekali lagi pemerintah diminta untuk selalu mengeluarkan kebijakan yang memang seusai dengan kebutuhan dan kondisi rakyatnya. Jangan kerap berpikir bahwa kebijakan yang dikelurakan baik, tapi faktanya tidak sesuai dengan kebutuhan serta kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Bahkan bila perlu lakukan survei lebih dulu sebelum merilis kebijakan serta aturan baru. Setuju? (***)
Discussion about this post