JAKARTA, Waspada.co.id – Reuni Aksi 212 bakal kembali digelar pada 2 Desember 2021. Mantan imam besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab menyerukan agar umat Islam menghadiri dan membanjiri Reuni Aksi 212.
Awalnya, reuni bakal terpusat di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, meski di tengah pandemi Covid-19. Panitia pun berencana memindahkan kegiatan ke Masjid Az-Zikra, Sentul, Bogor.
Namun, Pengurus Yayasan Az-Zikra belum mendapat pemberitahuan resmi dari PA 212. “Ayo Reuni Alumni 212. Ayo hadiri dan banjiri. 2 Desember 2021,” kata Rizieq dalam seruannya yang dikutip Minggu (28/11).
Dalam kesempatan itu, Rizieq juga meminta agar mewaspadai bahaya pengadangan dan penggembosan sebelum aksi tersebut digelar. Rizieq turut menyerukan agar umat Islam membuat baliho, spanduk dan terkait undangan Reuni Alumni 212.
Rencana Reuni Aksi 212 pada tahun ini dipandang memiliki sejumlah motif. Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menyebut salah satu motif yang paling menonjol adalah masalah politik. Menurutnya, gerakan 212 sejak awal berdiri sudah memiliki motif politik.
“Kita tahu bahwa gerakan atau kelompok 212 itu gerakan politik. Tentu ini pasti ada motif politik,” kata Ujang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (29/11).
Sejarah berdirinya gerakan 212 memang tak bisa lepas dari sisi politik. Aksi tersebut buntut dari pernyataan calon gubernur petahana dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dianggap menistakan Islam.
Usai aksi 2016 silam, kelompok yang dimotori FPI dan kawan-kawan ini kemudian rutin menggelar aksi serupa dari tahun 2017, 2018, hingga 2019. Namun, kelompok Islam ini tak menggelar Reuni 212 lantaran situasi pandemi virus corona.
Absennya gelaran Reuni 212 tahun lalu membuat eksistensi gerakan tersebut mulai tergerus. Apalagi, pada tahun lalu hingga awal 2021 sejumlah tokoh mereka seperti Rizieq dipolisikan, hingga FPI dibubarkan oleh negara.
Oleh karena itu, menurut Ujang, Reuni Aksi 212 tahun ini selain bermotif politik adalah untuk menunjukkan eksistensi mereka. “Saya melihat, aksi itu dilakukan untuk menunjukkan kepada ahli politik, termasuk rakyat Indonesia, kelihatannya bahwa mereka masih eksis, mereka masih ada,” katanya.
“Bahwa selama ini mereka ‘dikerjain’, ‘dipotong’, ‘digunting’, dikasuskan secara hukum tokoh-tokohnya, dan mereka membuktikan hari ini masih eksis,” ujarnya menambahkan.
Reuni tahun ini bisa menjadi salah satu alat bargaining atau daya tawar kelompok PA 212 pada Pemilu 2024. Dengan menghadirkan massa, kelompok 212 ingin menunjukkan kepada partai politik maupun figur-figur yang berpotensi menjadi calon presiden dan calon wakil presiden bahwa mereka bisa menjadi salah satu ‘alat politik’ yang dapat diandalkan.
Ujang melihat reuni itu tak dapat dilepaskan dari motif tersebut. Ia menyebut, Kelompok 212 ingin tetap terlibat dalam Pemilu 2024.
Menurut Ujang, sebagai sebuah gerakan, dukung-mendukung capres tertentu merupakan sebuah keniscayaan. Ia menilai jika mereka tidak menggelar Reuni Aksi 212 dan mengumpulkan massa, bukan tidak mungkin capres-cawapres pada 2024 tidak lagi melirik mereka.
“Tapi kalau kekuatannya mereka masih banyak, solid, bersatu, di situ lah ada nilai jual, nilai tawar, bargaining bagi 212 kepada capres dan cawapres yang beredar,” katanya. (wol/cnnindonesia/ril/data3)
Discussion about this post