JAKARTA, Waspada.co.id – Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan bercerita ketika diundang Presiden Joko Widodo untuk menghadiri rapat bersama partai koalisi pemerintah. Setelah pertemuan itu, ia menilai amandemen perlu dievaluasi.
Zulhas, sapaan karibnya, mengungkap, pembicaraan Presiden Jokowi dengan partai koalisi ada mengenai Covid-19, ekonomi dan hubungan pemerintah pusat dan daerah. Ada berbagai pandangan pada pertemuan tersebut membahas kelembagaan.
“Ada beberapa bicara ‘wah kita kalau gini terus, ribut, susah, lamban, bupati ga ikut gubernur, gubernur ga ikut macem-macem lah ya. Merasa KY lembaga paling tinggi paling kuat, MA enggak. MA merasa paling kuasa, MK enggak. MK katanya yang paling kuasa. DPR paling kuasa. Semua merasa paling kuasa,” katanya dalam Rakernas PAN, Selasa (31/8).
Untuk itu, Zulhas memandang setelah 23 tahun berjalan amandemen UUD 1945 perlu kembali dievaluasi. Perlu evaluasi juga arah demokrasi hari ini.
“Jadi setelah 23 tahun, hasil amandemen itu menurut saya memang perlu dievaluasi. Termasuk demokrasi kita ini, kita mau kemana, perlu dievaluasi,” jelasnya.
Lanjut Zulhas, ada pihak-pihak yang menilai Indonesia cocok dengan demokrasi terpimpin.
Namun, dia berpandangan sila keempat Pancasila sudah menjelaskan arah demokrasi itu. Yaitu demokrasi dimusyawarahkan bukan terpimpin.
“Saya menyampaikan, kalau mau dikasih istilah, jelas dong sila keempat itu ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’,” katanya.
“Jadi kalau mau kita ini memang demokrasi yang musyawarah, demokrasi dimusyawarahkan, dipimpin oleh orang yang punya hikmah. Nah hikmah itu ilmunya cukup, imannya kuat. Sehingga punya wisdom, punya kebijaksanaan,” tutupnya. (wol/merdeka/ari/d2)
Discussion about this post