JAKARTA, Waspada.co.id – Fraksi Partai NasDem MPR menegaskan belum ada urgensi untuk melakukan amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 saat ini. Wacana amandemen UUD 1945 digulirkan kembali oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet).
“Kita melihat bahwa saat ini belum ada urgensi untuk dilakukan amandemen konstitusi,” kata Ketua Fraksi NasDem MPR, Taufik Basari alias Tobas kepada wartawan, Rabu (25/8).
Tobas mengakui amandemen konstitusi bisa dilakukan sebagaimana diatur Pasal 37 UUD 1945. Namun, ia mengingatkan keputusan amandemen harus mendengar pandangan masyarakat.
Menurutnya, amandemen UUD 1945 tidak bisa hanya ditentukan oleh pimpinan MPR atau sebagian fraksi di MPR saja. Tobas menyebut amandemen konstitusi juga harus berdasarkan kebutuhan rakyat, bukan kehendak elite.
“Amandemen konstitusi ini berbeda dengan pembuatan UU, konstitusi adalah hukum dasar, karena itu melakukan amandemen konstitusi berarti melakukan perubahan fundamental yang akan mempengaruhi sistem tata negara dan proses kebangsaan kita,” ujarnya.
“Itulah yang harus menjadi legitimasi moral jika ingin melakukan amandemen kelima terhadap UUD 1945,” kata Tobas.
Lebih lanjut, Tobas berpendapat amandemen terbatas hanya untuk mengakomodir Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tidak bisa serta merta dilakukan karena akan berdampak kepada sistem ketatanegaraan, seperti kedudukan MPR sebagai lembaga negara serta kedudukan dan pertanggungjawaban presiden.
Selain itu, kata Tobas, amandemen UUD 1945 berpotensi membuka kotak pandora untuk melakukan perubahan pada pasal-pasal lain.
Sebelumnya, Anggota Badan Pengkajian MPR dari Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse juga mengkritik gagasan menghadirkan kembali PPHN. Menurutnya, peran PPHN sudah dihilangkan dari konstitusi dan digantikan oleh UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
“Saya sampaikan apa urgensinya. Jadi sejak amandemen empat kali kan ketatanegaraan kita sudah berubah dengan MPR sudah tidak lagi lembaga tertinggi, presiden dipilih langsung, tidak ada lagi GBHN. Cuma kan diberi jalan keluar dengan UU, jadi arah pembangunan kita ada tapi letaknya di UU 17/2007,” ujar Zulfikar kepada CNNIndonesia.com, Selasa (24/8).
Ketua MPR Bambang Soesatyo menggulirkan wacana amandemen UUD 1945. Hal itu ia sampaikan pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2021.
Bamsoet, sapaan akrabnya, menyebut amandemen dilakukan untuk menambah wewenang MPR merumuskan PPHN. Menurutnya, PPHN diperlukan sebagai acuan pembangunan jangka panjang.
Rencana itu mendapat penolakan dari banyak pihak. Salah satu alasannya adalah PPHN mirip GBHN di era Orde Baru yang menempatkan presiden hanya sebagai mandataris MPR. Selain itu, beredar isu perpanjangan masa jabatan presiden. (cnnindonesia/ags/d2)
Discussion about this post