LANGKAT, Waspada.co.id – Kadang kita terlalu cepat menghakimi, padahal bisa saja apa yang kita pikirkan salah. Sama halnya bila kita melihat sosok Taufiq. Di balik kekuranganya yang tak memiliki ke dua tangan, siapa sangka kalau Taufiq memiliki banyak kelebihan.
Salah satunya,ia andal bermain organ tunggal atau biasa disebut kibot. Dengan ke dua kakinya, Taufiq begitu mahir memainkan alat musik moderen tersebut di atas panggung.
Selain jago bermain kibot, Taufiq juga ahlinya beternak. Ya, saat ini Taufik memiliki peternakan burung Puyuh. Tepat di belakang rumahnya ada ribuan ekor puyuh petelor yang dikembangkan. Salutnya, Taufiq juga ahli dalam membuat pakan ternak.
Ia kerap mengajarkan cara membuat pakan ternak dari belatung yang disebutnya BSM. Dan yang membuat banyak orang angkat topi kepadanya yakni kemahiran Taufiq dalam berkendara. Bayangkan saja, semua mobil bisa ia kemudikan. Dari mulai metik hingga manual.
Bahkan, selama kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, ia bolak balik ke Medan mengantarkan ibunya yang sakit stroke untuk menjalani pengobatan. Serunya lagi, Taufiq telah melakukan perjalanan jauh hingga keluar kota dengan menyetir sendiri.
Karena itulah, sebagai warga negara yang baik dan taat hukum,Taufiq berkeinginan mendapatkan surat ijin mengemudi (SIM) dari pihak yang berwajib.
Tapi sayangnya, mimpi Taufiq untuk mendapat kan SIM yang diimpikan belum kesampaian. Pasalnya, saat hendak mengurus SIM di Satlantas Polres Langkat, Taufiq harus menelan pil kekecewaan karena dibola-bola oleh petugas.
Bahkan, saat hendak mengambil surat Psikolog salah seorang staf di kesehatan Polres Langkat dengan enteng menolak permohonannya, seraya mengatakan tidak bisa mengeluarkan surat yang diminta sebagai persyaratan membuat SIM tadi.
“Tidak ada alasan yang diberikan oleh staf Kesehatan itu, ia hanya mengatakan tidak bisa,” kata warga Dusun 2 Desa Namotongan, Kecamatan Kutmbaru, Kabupaten Langkat, baru-baru ini.
Padahal sebelumnya, Taufiq mengaku dirinya lebih dulu mengambil surat keterangan dari dokter ahli di Kota Binjai. Dalam Surat keterangan dokter ahli itu, menerangkan kalau ia memang mengalami kekurangan fisik (cacat) sejak lahir.
“Saya hanya berharap dan bermimpi bisa punya SIM pak, sebab saya setiap minggu mengantarkan mamak berobat ke Medan. Kalau saya tidak punya SIM, kan salah dijalan raya, saya siap mengikuti prosesnya,” harapnya.
“Kalau setelah mengikuti ujian SIM saya tidak lulus saya tidak masalah, tapi berilah saya kesempatan pak. Saya kemarin sempat dengar kalau penyandang Disibilitas kendaraanya harus di modifikasi dulu sebagai syarat,” harapnya dengan nada lirih.
Menurutnya, kondisi kendaraan itu tergantung kebutuhan masyarakat penyandang disibilitasnya. Misalnya seperti dirinya, kalau mobil yang dia gunakan harus dimodifikasi, dirinya jelas akan kesulitan. Tapi dengan tidak dimodifikasi, dirinya merasa nyaman.
“Saya bukanya sombong pak, semua jenis kendaraan manual bisa saya bawa, apalagi kendaraan matik. Tapi kalau dirombak atau dimodifikasi, jelas saya sudah tidak bisa membawanya. Misalnya rem kaki dipindah ke tangan, jelas saya tidak bisa karena saya tidak punya tangan, itu contohnya. Oleh karena itu, tolonglah pak polisi, bantu saya mewujudkan mimpi ini. Saya siap diuji kapan saja,” ketus pria yang telah dikaruniai dua orang anak itu.
Terpisah Kasat Lantas Polres Langkat, AKP Ali Umar, menerangkan kalau pihaknya tidak bisa mengeluarkan SIM D kepada Taufiq karena dikhawatirkanya akan keselamatan orang lain.
“Kita sudah jelaskan sama masyarakat itu bang, soal prosedurnya. Salah satunya kendaraannya harus dimodifikasi, kalau tidak dimodifikasi tidak bisa. Saya juga sudah koordinasi dengan Korlantas soal ini,” terangnya.
“Kalau misalnya dikeluarkan SIMnya, tiba-tiba di jalan dia nabrak orang, gimana itu? “Apa gak saya yang kenak nanti. Jadi, sampai sekarang memang belum berani kita mengeluarkan SIM untuk penyandang D disibilitas itu,” kata perwira dengan pangkat tiga balok emas di pundak tersebut
Ali menambahkan, jika mengacu pada UU No 22 tahun 2009 tentang LLAJ jelas disebutkan berkendara dan memanfaatkan fasilitas transportasi yang tersedia ialah hak seluruh masyarakat termasuk penyandang disabilitas.
“Di Pasal 242 UU tersebut jelas disebutkan perlakukan khusus diberikan kepada penyandang disabilitas tadi. Semoga Kapolres Langkat dan Kapoldasu bisa memberikan pemahaman kepada bawahanya agar tidak terlalu kaku melihat aturan apalagi menilai dari fisik seseorang,” pungkasnya. (wol/lvz/d2)
Discussion about this post