Waspada.co.id – Pemerintah pusat sudah memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 4 Juli lalu. Kebijakan ini pun diambil dengan tujuan untuk menekan lonjakan pandemi virus Corona (Covid-19) yang ada di Indonesia.
Seperti diketahui, beberapa hari terakhir ini, jumlah kasus kematian akibat Covid-19 di negeri ini, sukses melampaui India dan Brazil. Tercatat, Indonesia mencatat rekor kematian harian Covid-19 tertinggi di dunia dengan 1.007 jiwa pada Minggu (11/7).
Jumlah itu menyalip India yang berada di urutan ketiga dengan 720 kasus kematian, kemudian Rusia 749, dan Brazil dengan 597 korban meninggal. Padahal, di hari sebelumnya, Sabtu (10/7) kasus kematian harian di Indonesia berada di posisi ketiga dengan 826 jiwa. Di posisi kedua masih ditempati India dengan 899 kasus dan Brazil menduduki puncak dengan 1.172 korban meninggal.
Sejak diberlakukannya PPKM Darurat, kebijakan ini kerap menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Resah karena nyatanya kebijakan ini seakan menimbulkan masalah baru bagi masyarakat, khususnya di sektor ekonomi.
Memang sejumlah kepala daerah mengklaim bila PPKM Darurat ini mampu menekan mobilitas masyarakat sehari-hari, yang dampaknya Keterisian rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) pasien Covid-19 dilaporkan mengalami penurunan. Namun ternyata di sisi lain, masalah sosial-ekonomi seakan menjadi ‘momok’ menakutkan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Terbukti, dalam aturan PPKM Darurat ini membuat para pengusaha harus bersabar untuk mengoperasikan usahanya dengan waktu yang terbatas, bahkan tak sedikit pula yang harus tutup sementara. Dengan begini maka ditakutkan akan berdampak pula dengan banyaknya buruh serta pekerja yang akan terancam phk besar-besaran.
Tak hanya itu, dengan minimnya mobilitas masyarakat tersebut maka akan berdampak juga dengan nasib para pedagang kecil. Kenapa? Waktu berjualannya tak seperti biasa, karena dibatasi, lalu para pembeli juga akan terbatas pastinya karena diharuskan di rumah saja.
Parahnya, kebijakan PPKM Darurat ini direncanakan akan diberlakukan selama kurang lebih enam minggu oleh pemerintah. Waktu yang tentunya akan terasa sangat lama bagi mereka yang ekonominya menengah ke bawah.
Alhasil, sejauh ini, mereka yang terdampak PPKM Darurat pun pastinya berharap akan bantuan pemerintah, dalam hal ini pastinya bantuan sosial alias bansos. Bantuan tersebut seakan menjadi penolong untuk sekadar bertahan hidup di tengah kebijakan PPKM Darurat.
Namun ingat jika sejauh ini bansos juga kerap menimbulkan polemik tersendiri di negeri tercinta ini. Mulai dari pemberian bansos yang tidak tepat sasaran hingga korupsi para pejabat elit sebagai pelaksana penyaluran bansos.
Harusnya fakta-fakta ini menjadi pembelajaran serta atensi lebih bagi pemerintah. Jangan sampai mereka (masyarakat kecil), yang sudah terdampak PPKM Darurat, akan semakin susah hidupnya.
Untuk itu, pemerintah harus memutar otak demi menyiapkan langkah antisipasi akibat yang ditimbulkan PPKM Darurat, salah satunya yang berdampak terhadap kepada ekonomi masyarakat. Harapannya tentu, pemerintah bisa mengatasi masalah, tanpa masalah. Setuju? (***)
Discussion about this post