JAKARTA, Waspada.co.id – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menilai sikap politisi Gerindra Andre Rosiade dari Komisi VI DPR RI yang terkesan mengintervensi Pertamina melalui Menteri BUMN Erick Tohir agar segera mengakuisisi PT Rekayasa Industri patut disesalkan.
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, mengakui bisa jadi sikap tersebut karena dia sangat minim pemahaman atas kondisi kesehatan keuangan PT Rekayasa Industri (Rekind) yang merupakan anak usaha holding PT Pupuk Indonesia memang sejak lama sudah berdarah darah.
Selain itu, kata Yusri, dia juga minim pemahaman bahwa Pertamina itu juga punya banyak beban penugasan dari pemerintah maupun beban akibat proses bisnis masa lalu yang membebani keuangan Pertamina jangka panjang, sehingga manajemen resiko Pertamina akan memberikan pertimbangan bagi Dewan Direksi dan Dewan Komisaris.
Seperti diketahui, kata Yusri, Andre di dalam rapat dengar pendapat antara DPR RI Komisi VI dengan Menteri BUMN Erick Tohir pada Kamis (8/7) di Senayan, mempertanyakan mengapa rencana akuisisi PT Rekayasa Industri oleh Pertamina sejak tahun 2018 hingga saat ini belum terealisasi.
“Jadi sangat benar dan wajar jika Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina tidak mudah diintervensi, karena dia juga harus menjaga kepentingan Pertamina agar tetap eksis bisa melayani kepentingan oranga banyak sekaligus Pertamina bisa memberikan kontribusi labanya bagi pemerintah, yaitu dengan menentang desskan bahwa Pertamina harus segera mengakuisisi PT Rekind, meskipun Kementerian BUMN telah meminta kepada Pertamina sejak tahun 2018 agar di sinergikan,” katanya.
“Padahal, sinergi antar BUMN itu tak perlu harus dengan proses akuisisi, bisa juga strategi patner, karena Erick sebagai Meneg BUMN telah menerbitkan Peraturan Menteri BUMN nomor PER-07/MBU/IV/2021 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Menteri BUMN nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerja sama BUMN,” tambahnya.
Sehingga, tambah Yusri, motif Andre patut dipertanyakan dengan mengeluarkan narasi, “bagaimana perkembangannya Pak Menteri ?, jadi jangan sampai kalah wibawa nya Kementerian BUMN oleh satu orang Komisaris Pertamina”, tegas Andre dikutip dari Detikcom.
Lanjut Yusri, seharusnya dia baca dulu UU Perseroan terbatas, bahwa komisaris itu merupakan perpanjangan tangan pemegang saham dalam perseoran untuk mengawasi pelaksanaan tugas direksi menjalankan roda perseroan sesuai AD Perseroan dan Keputusan RUPS in casu Pemerintah RI cq Menteri BUMN.
“Sebelumnya, pada 16 September 2020, Andre juga telah mendesak Presiden Jokowi dan Erick Tohir copot Ahok dari Pertamina. Apakah desakan itu karena ketidaktahuannya itu ?,” tambahnya lagi.
“Ini juga hemat saya, karena Andre memang minim pemahamannya soal adanya investasi participacing interest pada blok migas di luar negeri itu yang kental dengan masalah, termssuk ketidak-sesuaian apa yang telah di invetasikan dengan penerimaan yg diperoleh Pertamina dalam bentuk minyak mentah atau dalam bentuk penerimaan uang,” sambungnya.
Seharusnya Andre jangan lupa, kata Yusri, meskipun resiko besar yang telah dan akan dihadapi Ahok, tetapi dia Ahok tidak akan peduli dengan ancaman pencopotan, karena demi kebaikan Pertamina.
Sebaliknya, harus dipertanyakan apa motif Andre mendesak desak Pertamina mengakuisisi Rekin dengan hanya alasan ada proyek pembangunan kilang Olefin TPPI bernilai sekitar Rp 50 triliun itu kah?
“Apa memang dia tidak paham bahwa pelaksanaan proyek RDMP kilang Pertamina Balikpapan terseok seok jalannya, baru sekitar 35 % dari target harusnya sdh mencapai 70 % saat ini, bahkan sedang diaudit investigasi oleh BPKP karena ada kecurigaan adanya peningkatan nilai proyek melebihi 10 % dari nilai kontra. yang dari sudut pasal 53 dari Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang Jasa telah terjadi pelanggaran kah?,” tutupnya. (wol/ril/ari/data3)
Discussion about this post