MEDAN, Waspada.co.id – Berlagak jadi preman kampung, VS tampil pede mengancam-ngancam warga bermodal pisau silet. Alhasil, pria pengangguran itu harus merasakan dinginnya di dalam jeruji besi.
Meski begitu, di hadapan Hakim Ketua Ali Tarigan, Verianto menyangkalnya, ia mengaku tak ada melakukan pengancaman pakai silet terhadap korban Ardon Lbn Siantar. “Tidak ada itu pak, tidak ada saya bawa pisau silet,” katanya.
Padahal dari penuturan anak korban, Lumban Siantar, ayahnya saat itu bekerja sebagai penjaga pembangunan rumah, diperas oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan pemuda setempat (PS). Salah satu yang dimaksud PS itu, adalah terdakwa VS.
“Kejadiannya di tempat kerja bapak, saya ditelpon bapak katanya ada preman minta uang keamanan, bawa pisau silet. Ketakutan lah orangtua saya, mereka udah datang dua kali,” ungkapnya.
Menurut anak korban, VS juga mengancam, apabila orangtuanya enggan memberi uang kepada terdakwa maka barang-barangnya tidak terjamin keselamatannya.
Meski begitu, terdakwa tetap tak mengakui perbuatannya, ia membantah tuduhan tersebut.
Di berkas dakwaan jaksa Ramboo Loly Sinurat disebutkan perkara yang menjerat warga Menteng Kecamatan Medan Denai itu, bermula pada Juli 2020 sekira pukul 16.00 WIB, saat terdakwa VS bersama dengan Putra Kaloko (DPO) datang ke rumah saksi korban Ardon Lbn Siantar yang berada di Jalan Panglima Denai.
“Lalu setelah bertemu dengan saksi korban terdakwa mengatakan pada saksi korban “rokok la bang” sambil terdakwa memegang pisau silet, dan pisau silet tersebut terdakwa iris iris ke tanah lalu saksi korban menjawab “tengah lima la kelen nanti datang” lalu saksi korban pergi sedangkan terdakwa bersama dengan Putra Kaloko (DPO) menunggu saksi korban,” kata jaksa.
Kemudian sekira pukul 16.30 WIB saksi korban datang menemui terdakwa dan Putra Kaloko lalu saksi korban memberikan uang sebesar Rp100.000 pada Putra lalu terdakwa bersama dengan Putra pun pergi
Namun sebelumnya, kata jaksa, pada 24 Juni 2020 sekira pukul 12.30 WIB, terdakwa bersama ketiga temannya sudah mendatangi rumah korban untuk meminta diatur uang rokok. Saat itu korban memberikan uang kepada terdakwa sebesar Rp25.000.
Tetapi terdakwa tidak mau terima uang tersebut dan minta ditambahi. Korban lalu meminjam uang kepada salah satu tukang yang bekerja di rumahnya dan memberikan uang sebesar Rp50.000 kepada terdakwa.
Terdakwa bersama dengan ketiga temannya pergi dan membagi uang tersebut yang dimana masing-masing mendapatkan uang sebesar Rp10.000, sedangkan Rp10.000 lagi dibelikan rokok oleh terdakwa bersama dengan temannya.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 Ayat 1Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHPidana, atau Pasal 335 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana,” pungkas jaksa. (wol/ryan)
Discussion about this post