YANGON, Waspada.co.id – Kementerian Luar Negeri Myanmar menyatakan PBB dan sejumlah negara terlalu ikut campur dalam urusan dalam negeri mereka. Padahal tercatat ada tiga demonstran anti-kudeta di Myanmar meninggal akibat tertembak peluru tajam aparat keamanan.
Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw) yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing mengkudeta pemerintahan sipil terpilih yang dipimpin Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint pada 1 Februari lalu.
Alasan militer melakukan kudeta adalah menjaga amanat Undang-Undang Dasar 2008 dan sengketa hasil pemilihan umum. Militer Myanmar lantas menangkap Suu Kyi dan Win Myint, serta sejumlah politikus dari partai berkuasa, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Militer menuduh ada indikasi kecurangan sehingga NLD memenangi pemilihan umum dan meraih 83 persen kursi di parlemen. Mereka menuduh pada pemilu yang dimenangkan Suu Kyi disebut terdapat setidaknya 8 juta pemilih palsu.
Komisi Pemilihan Umum Myanmar membantah tuduhan kudeta itu.
Min Aung Hlaing mengatakan bakal menggelar pemilihan umum yang jujur dan bebas usai status masa darurat nasional selama satu tahun dinyatakan berakhir.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, marah terhadap militer Myanmar yang tetap bertindak represif terhadap pengunjuk rasa yang menggelar demonstrasi damai menentang kudeta.
“Saya mendesak militer Myanmar berhenti bersikap represif,” kata Guterres dalam rekaman video pidato pembukaan konferensi Dewan Hak Asasi Manusia PBB ke-46 di Jenewa, Swiss, seperti dilansir AFP, Selasa (23/2).
Saat ini Suu Kyi dijerat dengan dua perkara, yakni kepemilikan dan impor walkie-talkie ilegal serta melanggar UU Penanggulangan Bencana. Sedangkan Win dituduh melanggar protokol kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana saat berkampanye pada tahun lalu. Keduanya kini menjadi tahanan rumah. (cnn/data3)
Discussion about this post