MEDAN, Waspada.co.id – Rahmadsyah, terdakwa pembunuhan dua anak tirinya, Ikhsan Fatahilla dan Rafa Anggara yang sempat membuat masyarakat Kota Medan heboh, mulai disidangkan di Ruang Cakra IV Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (16/12).
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Chandra Naibaho disebutkan, pada Jumat 19 Juni 2020 sekira pukul 22.00 WIB, terdakwa Rahmadsyah bersama korban Ikhsan Fatahilla dan korban Rafa Anggara yang merupakan anak tiri terdakwa berada di dalam kamar di rumah Jalan Brigjen Katamso, Gang Usaha, Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Maimun.
“Sedangkan saksi Fathul Zannah yang merupakan ibu kandung kedua korban tidak berada di rumah karena masih bekerja dan biasanya pulang ke rumah sekira pukul 24.00 WIB, dimana biasanya ke dua korban tidur pada malam hari di rumah neneknya. Namun karena ke dua korban hendak meminta uang jajan kepada terdakwa, maka ke dua korban pulang ke rumah menemui terdakwa yang berada di dalam kamar,” ujar JPU Chandra Naibaho di hadapan Hakim Ketua Morgan Simanjuntak.
Kemudian, saat sedang menonton televisi bersama terdakwa, ke dua korban meminta uang kepada terdakwa untuk membeli es krim, namun terdakwa mengatakan bahwa terdakwa tidak memiliki uang sehingga ke dua berkata “Udahlah ayah pelit kali, cari ayah barulah kami, mamak kan masih muda, masih cantik,” kata jaksa menirukan ucapan terdakwa.
Terdakwa yang mendengar perkataan ke dua korban merasa kesal dan emosi dan langsung mengangkat tengkuk kedua korban dengan menggunakan kedua tangan terdakwa dimana tangan kanan terdakwa memegang tengkuk korban Rafa Anggara dan tangan kiri korban memegang tengkuk Ikhsan Fatahilla.
“Secara bersamaan terdakwa mengantukkan kepala ke dua korban ke tembok kamar sebanyak 5 kali sehingga kedua korban yang masih anak-anak menjadi tidak berdaya dan langsung jatuh ke lantai. Namun masih ada pergerakan sehingga terdakwa yang melihat ke dua korban masih ada pergerakan kemudian menginjak bagian perut dan dada korban Ikhsan Fatailah sebanyak 4 kali dengan menggunakan kaki kanan terdakwa dan terdakwa menginjak perut dan dada korban Rafa Anggara sebanyak 5 kali hingga ke dua korban sudah tidak bergerak lagi,” urai jaksa.
Setelah itu, terdakwa memastikan ke dua korban masih hidup atau tidak dengan merasakan hidung kedua korban yang sudah tidak bernafas lagi. Selanjutya terdakwa yang menyadari bahwa ke dua korban sudah meninggal dunia lalu berpikir untuk menyembunyikan mayat kedua korban di samping Sekolah Global Prima Medan, yang tidak jauh dari rumah terdakwa agar perbuatan terdakwa tidak diketahui oleh orang lain.
“Terdakwa pertama sekali membawa korban Ikhsan Fatahilla ke samping tembok sekolah Global Prima Medan dengan menaruh korban di pundak terdakwa dan sampai di samping tembok Sekolah Global Prima Medan, terdakwa menaruh mayat korban di ujung dekat semak dan menutupi dengan seng dan triplek yang ada di tempat tersebut,” sebut jaksa.
Kemudian, terdakwa kembali lagi ke kamar dan menaruh mayat korban Rafa Anggara dipundaknya dan membawa mayat korban ke samping Sekolah global Prima Medan, namun belum sampai ke ujung samping sekolah, terdakwa melihat cahaya senter dan terdakwa curiga ada security sekolah Global Prima Medan sedang patroli, sehingga terdakwa langsung memasukkan mayat korban ke dalam selokan parit. Kemudian terdakwa melarikan diri ke luar dari samping Sekolah Global Prima Medan dan pulang ke rumah.
Jaksa melanjutkan, sekira pukul 24.00 WIB, saksi Fathul Zannah (istri terdakwa) pulang ke rumah namun saksi Fathul Zannah tidak mengetahui perbuatan terdakwa karena seperti biasa setiap malam ke dua korban memang tidur di rumah neneknya. Selanjutnya pada hari Sabtu 20 Juni 2020 sebelum pergi bekerja, saksi melihat ke dua korban tidak ada datang ke rumah,, sehingga saksi Fathul Zannah bertanya kepada terdakwa, namun saat itu terdakwa hanya diam saja karena terdakwa merasa ketakutan.
“Saksi Fathul Zannah yang tidak menaruh curiga kepada terdakwa pergi bekerja seperti biasa, kemudian terdakwa juga bekerja setelah selesai bekerja di Sekolah Global Prima Medan, terdakwa meminjam uang kepada saksi Dian Agustiono senilai Rp300.000. Lalu terdakwa yang tidak berani pulang ke rumah karena merasa dihantui oleh ke dua korban, tidur di sebuah pos ronda di Jalan STM Ujung,” ungkap jaksa.
Namun, sekira pukul 24.00 WIB saksi Fathul Zannah yang pulang bekerja tidak mendapat terdakwa dan ke dua korban di rumah, sehingga keesokan harinya saksi Fathul Zannah menjadi curiga dan mencari ke dua korban ke rumah neneknya, namun tidak ada sehingga saksi Fathul Zannah dan ibunya mencari keberadaan ke dua korban.
“Pada saat mencari ke dua korban, saksi Fathul Zannah melihat pesan chat facebook di handphone saksi Fathul Zannah yang dikirimkan terdakwa yang isinya terdakwa mengatakan sebelumnya aq minta maaf yang sebesar-besarnya samamu,” ucap jaksa.
“Awalnya anakmu mau minta es krim aq gak ada uang jadi kata anakmu ayah pelit nanti kusuruh mamak cari ayah baru, aq langsung silap, aq jedotkan kepala orang itu ketembok sampai orang itu tewas jasadnya isan kutarok di semak semak global, jasadnya si rafa diparet kutinggal soalnya security lagi nyeter aq langsung lari maafin aq, aq hari ini mau nyerahkan diri ke kantor polisi maafin aq sekali lagi sehingga membaca pesan terdakwa tersebut membuat saksi Fathul Zannah berteriak dan menjerit histeris,” tambah Jaksa.
Mengetahui hal itu, kemudian masyarakat yang melihat teriakan saksi Fathul Zannah lalu membaca pesan yang dikirimkan oleh terdakwa di handphone saksi Fathul Zannah dan kemudian membawa saksi Fathul Zannah mencari mayat ke dua korban di Samping Sekolah Global Prima.
Kemudian bersama dengan security Sekolah Global Prima Medan maka saksi Fathul Zannah dan masyarakat lain mencari keberadaan mayat ke dua korban dan menemukan mayat korban di samping Sekolah Global Prima Medan yang merupakan jalan sempit.
“Perbuatan terdakwa Rahmadsyah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHPidana,” tandas jaksa.(wol/ryan/data3)
Discussion about this post