MEDAN, Waspada.co.id – Dalam Sidang yang beragendakan mediasi terkait penundaan Pilkada Kota Medan, baik tergugat maupun penggugat berlawanan pandangan, di Ruang Cakra IV, Pengadilan Negeri Medan.
Menurut Kuasa Hukum KPU, Faisal, menilai yang dilakukan oleh Majelis Hakim Deny Tobing sangatlah keliru, sebab menurutnya gugatan yang dilayangkan oleh GNPF Ulama Sumut itu adalah gugatan khusus, yang semestinya mematuhi Peraturan Mahkama Agung (Perma) nomor 1 tahun 2002.
“Dalam pasal 5 perma nomor 1 tahun 2002, jelas tertuang bahwa majelis hakim wajib mempertimbangkan gugatan perwakilan kelompok,” katanya, Selasa (13/10).
Dijelaskan, bahwa dalam ayat 2, hakim dapat mempertimbangkan nasihat kepada para tergugat maupun penggugat.
“Jadi ini, belum ada melakukan pemeriksaan, dan menerima keterangan para tergugat maupun penggugat, hakim malah menunjuk mediator,” ujarnya.
Namun di lain sisi, bagi kuasa hukum penggugat, Ahmad Yusuf Simamora, menyatakan bahwa hal yang dilakukan hakim adalah hal wajar. Menurutnya, hal itu sepenuhnya kewenangan hakim.
“Itukan kewenangan hakim, jadi hakim yang menentukan. Kalau katanya gugatan khusus itu ya sama saja, mediasi harus tetap dilakukan,” pungkasnya.
Diketahui, dalam sidang yang beragendakan mediasi ini, majelis hakim menunjuk Hakim Hendra Utama Sutardodo sebagai mediator.
Dalam perkara ini, GNPF-Ulama menggugat KPU Kota Medan dan Bawaslu Kota Medan terkait Pilkada 2020. Menurut GNPF-Ulama, menggelar Pilkada di tengah pandemi Covid-19 adalah “horor.” Karena itu GNPF-Ulama meminta agar Pilkada Kota Medan dapat ditunda.(wol/ryan/data3)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post