
JAKARTA, Waspada.co.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan didesak-desak untuk segera mengevakuasi 74 WNI di Kapal Diamond Princess yang saat ini berada di Yokohama, Jepang. Pasalnya, kapal tersebut sudah menjadi episentrum baru penyebaran virus korona.
“Tidak bisa kita didesak-desak. Tidak bisa kita tergesa-gesa. Ndak. Harus tepat. Seperti di Natuna yang kemarin,” ucap Jokowi usai menghadiri acara laporan tahunan Mahkamah Agung (MA) di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Jokowi menuturkan, pemerintah juga berkepentingan melindungi kesehatan 267 juta penduduk Indonesia dari penyebaran virus korona. Karena itu, ia selalu berpesan kepada para pembantunya untuk berhati-hati dalam mengembil keputusan terkait evakuasi ini.
“Kita nemiliki 267 juta penduduk Indonesia yang juga harus dihitung dikalkulasi semuanya. Hati-hati. Saya selalu pesan pada menko pada menteri, hati-hati memutuskan. Hati-hati, berhitung dalam menyelesaikan ini,” jelasnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengungkapkan, pemerintah Indonesia masih bernegosiasi dengan Jepang perihal evakuasi WNI di Kapal Diamond Princess. Namun demikian, ia enggan menjelaskan materi apa yang menjadi perbincangan antarkedua negara.
“Tanyakan ke Menko PMK atau Menteri Kesehatan. Karena banyak hal. Sekali lagi, ini masalahnya sudah menjalar ke banyak negara. Dari yang dulu Wuhan, Tiongkok, kemudian masuk ke Korea juga, kemudian ada episentrum di kapal di Jepang. Kemudian ini ada di Iran, ada di Italia. Semuanya keputusan harus hati-hati. Tidak boleh tergesa-gesa,” tandasnya.
Sekadar informasi, WNI yang bekerja di Diamond Princess telah meminta bantuan Presiden Jokowi agar dapat segera dievakuasi dari kapal pesiar yang masih menjalani karantina di Pelabuhan Yokohama, Jepang. Permintaan bantuan itu disampaikan melalui sebuah video yang dirilis oleh ABC.
“Kepada Pak Presiden Jokowi yang terhormat, kami yang berada di Diamond Princess di Yokohama sudah sangat takut, ibaratnya dibunuh pelan-pelan,” kata salah satu kru WNI dalam video tersebut.
“Kami di sini untuk menghidupi keluarga di Indonesia. Jangan biarkan kami sakit dan mati perlahan-lahan karena kelamaan dievakuasi,” ujarnya.
Salah satu kru lainnya meminta agar Pemerintah Indonesia agar tidak menjemput mereka menggunakan kapal laut, yang akan memakan waktu perjalanan lebih lama, dan memilih untuk dipulangkan dengan pesawat terbang agar bisa segera sampai di Tanah Air.
Discussion about this post