
JAKARTA, Waspada.co.id – Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menganggap penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode sangat tidak relevan. Sebab, belum ada urgensi yang mengharuskan presiden menjabat tiga periode.
“Menurut saya sangat tidak relevan, tidak urgen untuk membahas itu karena bagaimanapun jug kita harus menjadi bangsa yang taat pada konstitusi,” ujar Siti Zuhro saat menghadiri diskusi bertema ‘Menyoal Periode Ideal Jabatan Presiden’ di sebuah rumah makan di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
Menurut Siti, jika wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga tahun terealisasi, maka akan jadi preseden buruk bagi negara demokrasi Indonesia. Ia pun meminta semua pihak mentaati penetapan konstitusi yang memutus bahwa presiden hanya boleh menjabat dua periode.
“Konstitusi mengatakan dua periode yasudah, bahwa akan ada amandemen konstitusi, amandemen itu bukan untuk membahas perpanjangan waktu untuk presiden karena kalo itu yang terjadi ini akan menjadi satu katakan preseden buruk,” katanya.
Dikatakan Siti, wacana penambahan masa jabatan presiden sebenarnya bukan isu baru di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kata Siti, wacana tersebut juga sempat dimunculkan oleh kader Partai Demokrat.
“Setiap presiden yang memimpin, ini bukan pertama kali bahkan di eranya Pak SBY juga sama diusulkan oleh kader untuk terjadinya tiga periode dan langsung publik resisten terhadap itu,” ujarnya.
“Jadi menurut saya apa yang sudah ada dalam teks, dalam konstitusi itu yang harus diikuti, kalaupun ada pembahasan amandemen, amandemen itu membahas hal-hal yang tidak untuk memperpanjang periode presiden tidak bisa seperti itu,” kata Siti menambahkan.
Discussion about this post