JAKARTA, Waspada.co.id – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim), Luhut Binsar Panjaitan, menilai wajar gejolak di Papua dan Papua Barat karena merupakan bagian dari ekspresi masyarakat.
Hal itu dikatakannya terkait berbagai aksi massa di dua provinsi itu, mulai di Jayapura, Manokwari, Sorong, Fakfak hingga Merauke. Kericuhan bahkan menyertai aksi massa itu di beberapa daerah. Insiden-insiden itu dipicu oleh pengepungan asrama mahasiswa Papua dan tindakan rasialisme.
“Ya, kalau orang Papua nggak ada gejolak bukan orang Papua namanya. Nggak ada apa-apa. Saya kira itu ekspresi mereka saja,” kata Luhut di Jakarta baru-baru ini.
“Isu-isu rasial sensitif bagi semua pihak, tak terkecuali bagi masyarakat Papua. Untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini, kita jangan bicaralah yang tidak pas dengan sini (Papua) dan sebaliknya juga,” ujarnya.
Luhut menyebut Indonesia merupakan negara yang rentan mengalami disiintegrasi. Ia lantas menyinggung buku ‘Global Paradox’ yang ditulis John Naisbitt yang turut mengulas soal ancaman disintegrasi suatu bangsa.
Mantan Menko Politik, Hukum, dan Keamanan itu mengatakan masalah etnik, agama hingga latar belakang budaya bisa menjadi penyebab perpecahan suatu negara. Terlebih Indonesia terdiri atas 17 ribu pulau, di mana masing-masing pulau terdapat mayoritas dan minoritas etnis. Luhut mengajak generasi muda sama-sama menjaga perbedaan di Indonesia.
Pensiunan jenderal bintang empat itu tak menganggap seruan Papua merdeka yang muncul selama aksi protes ribuan masyarakat sebagai sebuah ancaman. Luhut menyebut sejak dahulu sudah muncul seruan Papua merdeka.
Menurut Luhut, kasus dugaan rasial yang terjadi di Surabaya bisa menjadi contoh bahwa apapun bisa menjadi pemicu masalah yang lebih besar. Luhut menyatakan masyarakat Papua cinta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). (wol/aa/cnn/data1)
Editor AUSTIN TUMENGKOL
Discussion about this post