MEDAN, Waspada.co.id – Para Komisioner Komisi Pemiihan Umum Sumatera Utara ( KPU Sumut) mengapresiasi para pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Dan Rakyat Peduli Demokrasi (Amara Pedas) berunjuk rasa di depan Kantor KPU Sumut di Jalan Perintis Kemerdekaan Medan, Selasa (3/7) sore tadi.
Unjukrasa tersebut terkait berbagai keluhan yang berhubungan dengan penyelenggaraan Pilgub Sumut 2018 yang telah berlangsung pada 27 Juni 2018 lalu.
Kepada perwakilan pengunjukrasa yang dikoordinatori Michael Sitanggang, Ketua KPU Sumut Mulia Banurea didampingi Komisioner Yulhasni dan Benget Silitonga di ruang pertemuan KPU Sumut menjelaskan, sebelum pelaksanaa Pilkada serentak KPU Sumut telah memerintahkan KPU Kabupaten/Kota agar seluruh formulir C6 atau undangan memilih tersebut didistribusikan kepada pemilih.
“Perlu dipahami jauh sebelumnya juga KPU Sumut sudah mensosialisasikan kalau tanpa memiliki C6 pun, bisa diakomodir untuk memilih, cukup dengan membawa KTP elektronik dan melaporkan ke Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sesuai dengan aturan wajib maupun regulasi yang mana penyelenggara pemilu harus melayani masyarakat pemilih yang sudah terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Sedangkan masyarakat yang belum terdaftar di DPT namun memiliki KTP elektronik bisa juga menggunakan hak pilihnya sesuai jam yang sudah ditentukan pada pukul 12.00-13.00 Wib pada saat berlangsungnya Pilgub Sumut tersebut.
Didalam aturan untuk warga yang pindah alamat memilih A 5 harus diurus sesuai dengan alamat domisili 3 hari sebelum Pilgubsu. Hal ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan kertas suara di TPS masing-masing. “Ini masukan bagi kami, sehingga pelaksanaan Pemilu 2019, masyarakat Sumut bisa difasilitasi lebih baik lagi,” ujar Mulia.
Sementara anggota Komisioner Benget Silitonga sangat menyayangkan kedatangan warga menyampaikan berbagai keluhannya ini setelah usainya Pilgubsu, dimana seharusnya disampaikan pada saat sebelum pemilihan.
“Kami jelaskan supaya kita sama-sama memahami Pilkada. Perlu penjelasan terkait kotak suara yang dikatakan terbuat dari kardus dimana bilik suara dan kotak suara yang kurang, memang diadakan dari kardus. Jangan heran kalau nanti 2019, kotak suaranya pakai kardus dan ini sesuai dengan perintah undang-undang yang menyebutkan bahan baku kotak suara terbuat dari bahan daur ulang dan hanya digunakan untuk satu kali pakai. Yang alumanium tidak akan dilihat lagi nanti kedepannya karena alumanium tertutup sementara kotak suara harus transparan,” ungkap Benget.
Dalam hal pengadaan surat suara dasarnya dan rujukannya adalah DPT yang nerupakan hasil pemutahiran data pemilih. Bagi mereka yang pindah memilih paling lambat H-3, harus sudah melaporkan supaya KPU Sumut dapat mengetahui jumlahnya, karena pemilih terdaftar sesuai domisili dan standart pelayanan publik tentu kalau pindah memilih harus melapor.
Bagi yang tidak terdaftar sepanjang memiliki KTP-el boleh memilih. Lalu kemudian kalau ada oknum yang mempersulit, seharusnya dilapor ke Panwas atau dipidanakan.
Menurut Benget kepemilikan C6 sebenarnya bukan sebagai syarat memilih namun berupa undangan pemberitahuan di TPS mana warga tersebut memilih.
Adanya tudingan kalau KPU Sumut tidak profesional dalam menjalankan tugasnya dikarenakan masih ditemukannya orang yang sudah meninggal atau pindah alamat terdaftar di DPT dan mendapatkan C6.
Benget menjelaskan hal itu tidak benar adanya karena data itu sumbernya dari Pemerintah dan dimutakhirkan. Namun kadang ada orang meninggal juga tidak dilaporkan oleh keluarganya ke Disdukcapil.
“Seharusnya setelah diumumkannya Data Pemilih Sementara (DPS), jika ada anggota keluarga yang sudah meninggal segera dilaporkan supaya dicoret dari DPT. Mengingat tujuan dari diumumkannya DPS bermaksud menunggu respon dan masukan dari masyarakat.
Oleh karenanya jika ada orang yang sudah meninggal ditemukan mendapatkan C6 bukanlah ranah KPU Sumut karena sumber data dari pemerintah,” pungkasnya. (wol/data2)
Editor: RIDIN
Discussion about this post