MEDAN, WOL – Tak dapat dipungkiri, perkembangan teknologi menuntut masyarakat pun mulai beralih mencari informasi ke media online yang lebih update dan terkini. Namun, banyak pula pihak salah persepsi tentang keberadaan media online tersebut.
Media online pun kerap dinilai sebagai penyebab media konvensional seperti cetak terancam eksistensinya. Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, bahkan menyebut media cetak tidak perlu khawatir terjadi penurunan pembaca dengan keberadaan media sosial (medsos) dan online.
Selain itu, media online dan medsos dikatakan lebih mengutamakan kecepatan daripada akurasi informasi. Alhasil, lanjut Rudiantara, berita di medsos sering menjadi lingkaran setan yang menyesatkan.
Terkait pernyataan yang disampaikan pada malam anugerah salah satu media surat kabar di Kota Medan, Rabu (14/2) malam kemarin, Dr Iskandar Zulkarnain MSi menegaskan media online dan medsos berbeda. Dilihat dari sisi peruntukannya, media online disebut lebih ditujukan kepada produk jurnalisme berupa pemberitaan, sedangkan medsos bersifat komunikasi sosial.
“Jadi memang media online memakai sarana teknologi dalam menyebarluaskan berita. Intinya, memang kontennya berita bukan informasi. Sementara itu, media sosial memanfaatkan teknologi untuk menyebarluaskan informasi atau sarana komunikasi secara sosial,†kata pakar ilmu komunikasi tersebut saat dihubungi Waspada Online, Kamis (15/2).
Lanjut Iskandar, kalau dilihat dari aspek legalnya, media online tentu harus berbadan hukum atau memiliki izin dari pihak-pihak terkait. Sebaliknya, media sosial tidak perlu hal demikian karena memang bersifat sarana interaksi, jaga tali silaturahim, tukar informasi, cari kenalan, dan sebagainya.
“Hanya saja, pemiliki akun di medsos juga sering terlihat menyebar berita dan dikonsumsi oleh masyarakat. Padahal mereka bukan pelaku jurnalisme atau insan pers, sehingga masyarakat pun beranggapan media internet rawan hoax,†ucap Iskandar lagi.
“Meskipun saat ini banyak orang beranggapan ketika memberikan informasi melalui medsos, hal tersebut dikategorikan sebuah berita atau dari sisi aktivitasnya seperti melaporkan sesuatu. Tentu itu salah, karena pada dasarnya media online lebih terspesialisasi kepada pemberitaan atau kegiatan jurnalisme, sedangkan medsos pada proses komunikasi sosial. Arti dan fungsinya saja sudah beda,†tukasnya.
Austin Tumengkol, dosen ilmu komunikasi di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan†(STIK-P) Medan, berharap masyarakat lebih cerdas menilai keberadaan media online dan medsos. Dikatakan, masyarakat boleh saja mengonsumsi informasi di medsos, namun dari sisi kredibilitasnya harus lebih diperhatikan apakah pelaku jurnalisme atau bukan.
“Media online tentunya di sini lebih diartikan kepada situs berita yang memang melakukan kegiatan jurnalistik sesuai Kode Etik. Sangat berbeda dengan medsos yang lebih bersifat untuk kegiatan interaksi sosial. Di sini masyarakat masih salah persepsi, sehingga media online kerap dicap penyebar berita bohong atau hoax, padahal tidak karena sudah melalui proses check and recheck, klarifikasi, konfirmasi data, dan sebagainya.
“Jadi jangan samakan medsos dengan media online. Lagipula, tidak semua media online mengutamakan kecepatan daripada akurasi,†kata Austin yang juga Pemimpin Redaksi Waspada Online. (wol/iam)
Editor: M AGUS UTAMA
Discussion about this post