
CILACAP – Budayawan asal Banyumas, Ahmad Tohari, angkat bicara menanggapi kasus pembongkaran makam dan pencurian tali pocong di TPU Mbeji Limbangan, Mertasinga, Cilacap Utara, Jawa Tengah. Kejadian pada Jumat 12 Januari 2018 itu menurutnya adalah potret kemiskinan yang diderita masyarakat.
Menurut penulis novel ‘Ronggeng Dukuh Paruk’ itu kemiskinan batin dan ekonomi bisa menjadi penyebabnya. Kondisi batin yang kurang sehat, menurut dia, akan berakibat mudahnya melakukan tindakan-tindakan di luar nalar.
“Kondisi batin yang tidak sehat bisa memicu dilakukannya hal-hal yang tidak logis,” kata dia ketika dihubungi Okezone, Sabtu (13/1/2017).
Selain itu, ia juga beranggapan bahwa kemiskinan dalam makna kesulitan ekonomi bisa menjadi pemantik orang melakukan hal-hal gila seperti mencuri, merampok, bahkan mencari jimat untuk pesugihan.
Dirinya melihat kondisi semacam ini acap kali memantik orang-orang yang putus asa dengan kondisi ekonomi dan menjadikannya jalan pintas untuk mengubah keadaan. Pasalnya, dari kemiskinan bisa timbul kelaparan, sakit, serta kematian.
“Artinya, kemiskinan dan ketimpangan sosial masih terjadi di sekitar kita. Ini harus jadi perhatian serius untuk semuanya, termasuk pemerintah,” ujar sastrawan dan budayawan itu.
Mitos yang Perlu Ditinggalkan
Terkait kepercayaan terhadap hal-hal mistis di wilayah eks karesidenan Banyumas, ia tidak menampik bahwa mitos semacam itu pernah tumbuh di Tanah Panginyongan.
“Kepercayaan terhadap hal-hal mistis semacam itu memang pernah tumbuh di wilayah eks Karesidenan Banyumas yang mana Cilacap masuk di dalamnya. Dahulu, ada orang yang percaya akan kekuatan jimat dari tulang bayi perempuan untuk pengusir setan,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ada pula kepercayaan terhadap tali pocong dan kain kafan perawan yang diyakini bisa mendatangkan kekuatan, bahkan pesugihan.
“Mitos semacam itu memang pernah hidup di Banyumas dan sekitarnya. Tapi itu kan buruk, tidak logis. Itu perlu ditinggalkan,” tegasnya.
Kasus pembongkaran makam di TPU Mbeji, Cilacap Utara, adalah kasus pencurian tali pocong atau pengikat kain kafan mayat bayi bernama Khusnulkhotimah. Tasiwan (42), sang ayah menjelaskan bahwa pembongkaran makam terjadi tepat 40 hari setelah pemakaman.
Kasus pembongkaran mayat bayi itu menghebohkan warga di sekitar TPU Mbeji. Menurut keterangan Tasiwan, ada warga yang mengatakan bahwa dua hari sebelum pembongkaran makam, warga melihat ada orang yang kerap memperhatikan makam anaknya menjelang magrib.
“Tetangga ada yang bilang, dua hari sebelumnya ada orang yang sering ngelihatin makam anak saya dari sore. Pas magrib, dia pulang,” ujarnya.
Sampai hari ini, kasus tersebut masih ditangani polisi. Kepala Subbagian Humas Polres Cilacap AKP Bintoro Wasono menjelaskan bahwa makam sudah diperiksa dan saksi-saksi sudah dimintai keterangan.
“Mayat bayi masih utuh, tapi tali pengikat mayatnya ada yang hilang. Kami sedang mengejar pelaku dari data yang kami peroleh dari kesaksian warga,” pungkasnya.
Discussion about this post