MEDAN, WOL – Komisi B DPRD Kota Medan mempertanyakan komitmen Pemerintah Kota Medan untuk mensejahterakan masyarakat. Pasalnya, sejumlah kesepakatan yang sudah ditandatangani dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plapon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tidak masuk dan tercantum dalam buku besar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Medan tahum anggaran 2018.
Pertanyaan itu dilontarkan Ketua Komisi B DPRD Kota Medan, Rajudin Sagala, didampingi Edward Hutabarat, Bahrumsyah, Herri Zulkarnain, Jumadi, M. Yusuf, Irsal Fikri dan Wong Chun Sen, dalam keterangannya kepada sejumlah wartawan di ruang Komisi B DPRD Kota Medan, Rabu (2012).
Di antara kesepakatan yang sudah ditandangani itu, sebut Rajuddin, pada Bagian Sosial Setdakota Medan sudah disepakati anggaran sebesar Rp15 miliar untuk honor bilal mayit, penggali kubur, guru manghrib mengaji, guru sekolah minggu dan pendeta. “Tapi, dalam buku besar anggarannya muncul hanya Rp5 miliar,†katanya.
Pada bagian kesehatan, timpal Bahrumsyah, sudah disepakati penambahan anggaran sebesar Rp21 miliar untuk Jaminan Kesehatan Sosial (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) bagi 75 ribu orang warga. “Anggaran ini sama sekali tidak muncul dalam buku besar Dinas Kesehatan. Termasuk juga anggaran klaim JKN sudah disepakati Rp5 miliar, tapi yang muncul Rp3 miliar,†katanya.
Pada bagian pendidikan, sambung Bahrumsyah, sudah disepakati juga penampungan anggaran sebesar Rp15 miliar untuk honor guru non PNS pada sekolah negeri sesuai dengan Upah Minimum Kota (UMK). “Anggaran ini juga tidak muncul dalam buku besar RAPBD Dinas Pendidikan,†ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) ini.
Kesepakatan KUA-PPAS yang sudah ditandatangani oleh Wali Kota bersama pimpinan DPRD, sambung Bahrumsyah, merupakan sebuah dokumen yang memiliki payung hukum. “Kesepakatan yang sudah diteken itu wajib ditaati dan tidak boleh sepihak melakukannya,†tegasnya.
Kondisi ini, tambah Bahrumsyah, akan menjadi preseden buruk, sebab DPRD yang mempunyai hak budgeting harus teramputasi sepihak oleh pihak eksekutif. “Masak sudah disepakati dan ditandatangani, tapi eksekutif mengeksekusinya sepihak tanpa ada pembahasan dengan DPRD. Ini artinya, pihak eksekutif tidak taat azas terhadap mekanisme pembahasan RAPBD.
Sementara, Herri Zulkarnain, menambahkan apa yang dilakukan pihak eksekutif dalam pembahasan RAPBD menunjukkan kalau Pemko Medan tidak mengakomodir kesejahteraan rakyat. Padahal, sebut Herri, Presiden Jokowi sendiri pada 2018 lebih memprioritaskan untuk kesejahteraan rakyat.
“Kalau 2017 kita (DPRD, red) sepakat untuk perbaikan infrastruktur dan mengalokasikan anggarannya Rp1 triliun, sekarang untuk 2018 kita fokus untuk kesejahteraan rakyat. Kami (Komisi B, red) sepakat tidak akan melanjutkan pembahasan, kalau angka-angka yang sudah disepakati dan ditandatangani dalam KUA-PPAS tidak muncul dalam buku besar RAPBD. Kita akan tunda paripurna pengesahan, kalau ini tidak selesai,†tegas Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) ini.
Sebelumnya Komisi B DPRD Kota Medan terpaksa menskor rapat pembahasan dengan Dinas Pendidikan. Sebab, angka Rp15 miliar untuk honor guru non PNS di sekolah negeri tidak muncul dalam buku besar R-APBD Dinas Pendidikan.
“Pak Kadis, angka ini merupakan kesepakatan dalam pembahasan KUA-PPAS dan sudah ditandatangani oleh Wali Kota bersama pimpinan DPRD. Kenapa ini tidak muncul, berarti tidak ada komunikasi dan koordinasi dengan TAPD,†kata Bahrumsyah.
Akibat Kadis Pendidikan Kota Medan, Hasan Basri, bersama Kabid tidak memberikan jawaban yang pas kepada Komisi B, akhirnya rapat pembahasan diskor sampai angka yang sudah disepakati itu muncul dalam buku besar R-APBD.(wol/mrz)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post