Oleh: Fakhrur Rozi, S.Sos, M.I.Kom
WOL – KEPUTUSAN DPP Partai Golkar untuk menjadikan Ngogesa Sitepu, Ketua DPD Partai Golkar Sumatera Utara (Sumut), sebagai calon Wakil Gubernur Sumut di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumut 2018, menjadi Golkar sebagai ‘perahu’ pertama yang berdiri di garis start. Bagaimana perahu kuning ini menyelesaikan perlombaan.
Sejumlah alasan disampaikan pimpinan partai berlambang pohon beringin ini untuk menjawab alasan DPP Partai Golkar yang ‘hanya’ menempatkan Ngogesa Sitepu sebagai calon Wagubsu. Alasan yang paling kentara adalah memasangkan Ngogesa dengan calon gubernur petahana, Tengku Erry Nuradi, sebagai satu-satunya jalan untuk menang di Pilkada Gubsu 2018. Seakan, berpasangan dengan calon petahana sebagai pelepas dahaga kemenangan, Partai Golkar yang memang selalu menjadi juru kunci di Pilkada Gubsu 2008 dan Pilkada Gubsu 2013.
Di Pilkada Gubsu 2008, Partai Golkar mencalonkan Ketua DPD Partai Golkar Sumut Ali Umri-Maratua Simanjuntak. Perolehan suara dua politisi Golkar ini hanya mampu menempatkan pasangan ini pada urutan kelima, dari lima pasangan yang bersaing pada 2008. Pada Pilkada Gubsu 2013, nasib calon usungan Partai Golkar juga serupa. Urutan kelima, dari lima pasangan calon.
Saat itu, Golkar mencalonkan kadernya Chairuman Harahap sebagai calon Gubsu. Saat itu, Ketua DPD Partai Golkar Sumut dipegang Andi Achmad Dara selaku pelaksana tugas.
Fakta dari dua Pilkada Gubsu sebelumnya, Golkar memiliki kemampuan mengusung kadernya sebagai calon Gubsu.
Baru kali ini, DPP Partai Golkar berani menempatkan kadernya yang juga Ketua DPD Partai Golkar diplot sebagai calon ‘orang nomor dua’ di Sumut. Ngogesa Sitepu, boleh dibilang, bukanlah sosok yang bisa dipandang sebelah mata. Dengan modal sosial dan kapital yang mumpuni, Ngogesa menjadi komunikator politik yang disegani kolega-koleganya. Dua kali memenangkan Pilkada Kabupaten Langkat, bisa jadi salah satu alasan kenapa Ngogesa disegani kawan maupun lawan.
Pengurus Partai Provinsi Tumpul
Harus diakui, pada Pilkada edisi kali ini, para pimpinan partai di tingkat provinsi dibuat tumpul oleh peraturan yakni UU No 10/2016 sebagai perubahan kedua atas UU No 1/2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No 1/2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi UU.
Jika pada UU No 1/2015 pendaftaran calon Gubernur dan Wakil Gubernur cukup ditandatangani oleh pimpinan partai tingkat provinsi, pada UU No 10/2016, pendaftaran ditandatangani oleh ketua dan sekretaris tingkat Provinsi disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat provinsi.
Lebih jauh lagi, dalam ayat 4a Pasl 42 UU No 10/2016, bila pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud tidak dilaksanakan oleh pimpinan Partai Politik tingkat Provinsi, pendaftaran pasangan calon yang telah disetujui Partai Politik tingkat Pusat, dapat dilaksanakan oleh pimpinan Partai Politik tingkat pusat.
Bahkan, pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.
Terlihat dari UU itu, semua kewenangan ada di pimpinan partai politik tingkat pusat. Bisa jadi, Ngogesa Sitepu maupun DPD Partai Golkar Sumut ikut-ikutan tumpul karena aturan ini. Sehingga, apapun putusan DPP Partai Golkar, mereka dengar dan dilaksanakan. Memang sampai saat ini, belum ada partai politik yang memutuskan untuk memajukan kadernya sebagai calon Gubsu.
Calon gubernur petahana yang notabene Ketua DPW Partai NasDem Sumut, pun belum mendapatkan rekomendasi sebagai calon Gubsu dari partainya. PKB mencalonkan Tengku Erry Nuradi. PKS masih menunggu kabar Partai Gerindra. Partai Demokrat masih ragu mencalonkan JR Saragih, dan sepertinya masih menunggu calon lain dari koalisi-koalisi potensial. PDI Perjuangan dan Partai Hanura juga sama.
Perahu Kuning Bocor Lagi?
Status Ngogesa Sitepu sebagai Ketua DPD Partai Golkar sekaligus Bupati Langkat, ternyata tak cukup mampu memantapkan DPP Partai Golkar untuk menjadikannya calon Gubernur Sumut di Pilkada Sumut 2018.
DPP Partai Golkar lebih memilih Tengku Erry Nuradi, Gubsu sekaligus Ketua DPW Partai Nasdem sebagai calon gubernur usungan Partai Golkar berdasarkan surat DPP Golkar dengan nomor: R-452/GOLKAR/VIII/2017.
Unik melihat perkembangan politik Partai Golkar di Pilkada Gubsu. Pada Pilkada Sumut 2008, usungan Partai Golkar memang kalah. Tapi pemenangnya adalah Syamsul Arifin yang kala itu menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Langkat. Pada Pilkada Sumut 2013, usungan Partai Golkar juga kalah, tapi Tengku Erry Nuradi yang saat itu menjabat Ketua DPD Partai Golkar Kab Serdangbedagai, berhasil menang setelah berpasangan dengan Gatot Pujo Nugroho.
Erry kini menjabat Gubsu, setelah Gatot jadi pasien Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Banyak analis politik yang menyebut fenomena ini menunjukkan armada ‘perahu kuning’ bocor. Pada 2018, meski belum pasti terjadi, potensi kebocoran juga mulai terlihat. Munculnya pro-kontra atas sikap DPP Partai Golkar yang hanya menjadikan Ngogesa sebagai calon wakil gubernur.
Dalam pemberitaan Harian Waspada, pekan terakhir Agustus 2017, Ketua PDK Kosgoro 1957 Sumut, Riza Fakhrumi Tahir, menyebutkan kekhawatirannya soal mesin politik Partai Golkar yang tidak akan berjalan untuk memenangkan Pilkada Sumut 2018. Ada juga komentar dari mantan Sekretaris DPD Partai Golkar Sumut, Hardi Mulyono bahwa menjadikan Ngogesa Sitepu sebagai calon Wagubsu sama saja dengan menurunkan kredibilitas Partai Golkar di Sumut.
Karena Ngogesa, yang merupakan Ketua Golkar Sumut dan juga Bupati Langkat dua periode, sudah sangat layak dicalonkan menjadi Cagubsu. Menurut Hardi, kondisi ini akan menghilangkan semangat para kader untuk ‘berjuang.’
Karena ketua partai besar (Golkar) yang sangat potensial hanya dijadikan nomor dua. Selain komentar kader ini, faktor lain yang bisa membuat lubang di perahu kuning adalah munculnya kembali Syamsul Arifin (Mantan Ketua DPD Partai Golkar Sumut, Gubsu 2008-2011) dalam peta perpolitikan Sumut. Syamsul terekam media sering turun ke masyarakat dan sudah pula mendaftar sebagai calon Gubsu ke sejumlah partai politik. Bocor lagi, perahu kuning?
*Penulis adalah Dosen FIS UINSU dan STIK-P Medan
Discussion about this post