MEDAN, WOL – Ada hal menarik di kantor Lembaga Pelayanan Training Education AIDS Yayasan Galatea di Jalan Danau Marsabut Kecamatan Medan Petisah, Jumat (25/8).
Galatea yang biasanya melakukan penyuluhan tentang dampak buruk penggunaan jarum suntik secara bergantian bagi kalangan pecandu putaw (heroin, red). Kali ini mendatangkan praktisi yang berprofesi sebagai wartawan (jurnalis) untuk memaparkan apa itu Citizen Journalism (CJ) dan nilai positif bagi mereka.
Pada kesempatan tersebut, Muhammad Rizki S.Ikom, mengaku sudah lama berkecimpung di dunia jurnalistik dan menjelaskan seperti apa CJ atau jurnalisme warga yang makin diminati masyarakat akhir-akhir ini.
Dikatakan bahwa, jurnalisme warga itu adalah produk jurnalistik. Dimana masyarakat biasa bisa berkontribusi untuk menghasilkan produk jurnalisme (terutama informasi) yang dibutuhkan orang lain. Artinya, tidak perlu seseorang harus lulus dari jurusan jurnalistik atau komunikasi massa, untuk bisa menulis.
“Di zaman yang serba canggih apa yang enggak bisa. Handphone android murah. Dari situ kawan-kawan sudah bisa merekam suatu kejadian lalu menceritakan peristiwa tersebut seperti apa, siapa, dimana, kapan, kenapa, dan bagaimana. Nah, jadi di sini warga biasa pun bisa mengirim berita. Namun harus mengacu pada 5 W + 1 H,” jelas Rizki, kepada belasan peserta yang ikut mendengarkan dalam suasana penuh keakraban.
Rizki yang juga reporter di Waspada Online itu juga menerangkan bahwa alasan munculnya CJ adalah sudah banyaknya rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap media. Sebab jika di masa lalu media massa menjadi milik para wartawan, sekarang bahkan media massa menjadi milik para pemodal.
“Wartawan inikan sebagai pilar keempat demokrasi. Artinya pembela masyarakat. Tetapi jika praktiknya tidak menempatkan sebagimana pilar tersebut, maka pers akan justru menjadi kekuatan yang bisa membahayakan masyarakat,” ujarnya.
Meteri mengenai CJ ini pun semakin menarik ketika salah seorang kelompok dampingan Yayasan Galatea sangat mengenal sosok Rizki, ketika menjadi relawan di yayasan tersebut dan bertugas sebagai penyuluh untuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Rutan Tanjung Gusta.
“Aku pun dulu sempat mengabdi di sini. Sepertinya wajah kawan-kawan nggak asing bagiku. Yayasan Galatea ini juga lokasi objek penelitian skripsiku untuk mengambil gelar sarjana dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunaksi “Pembangunan” (STIK-P) Medan,” sambungnya.
Gayung bersambut, diskusi semakin menarik ketika salah satu peserta Bimo Setiawan berpesan kepada pemateri agar menjadi seorang wartawan yang profesional. Memberitakan yang benar dan tidak menuruti keinginan pemilik modal yang berkepentingan.
“Jadilah wartawan yang profesional bang. Karena kami pernah mengalami kecurangan dalam pemberitaan ketika kami berhadapan dengan aparat penegak hukum,” pesannya.(wol/mrz/iam/data1)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post