SIGLI, WOL – Anggota DPR RI asal Aceh dari Fraksi Gerindra, Fadhlullah, mengatakan pemerintah tidak perlu panik dalam mengatasi kelangkaan garam di beberapa daerah sehingga harus membuka kran impor.
Peryataan ini disampaikan Dek Fad sapaan akrab Fadhlullah, saat mengunjungi lokasi usaha petani garam di Desa Cot Brek, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, Senin (31/7).
“Impor garam ini bukti kegagalan pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat petani garam daerah pesisir,†kata anggota Komisi VI DPR RI tersebut.
Menurutnya, dengan melakukan impor garam, secara tidak langsung pemerintah “membunuh” usaha petani garam lokal serta melemahkan ekonomi masyarakat pesisir yang mayoritas kehidupannya masih di bawah garis kemiskinan.
Dia berharap, pemerintah dalam mengatasi kelangkaan garam industri tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan pemberdayaan masyarakat. Seperti pelatihan supaya para petani garam yang tersebar luas di daerah pesisir Indonesia ini dapat bersemangat dalam memproduksi garam.
“Areal pantai di Indonesia sangat luas. Petani garam kita mampu bekerja memproduksi garam. Kenapa garam harus di impor. Mari perhatikan rakyat kita, bina mereka dengan penuh kasih sayang. Berikan ilmu kepada mereka para petani garam, seperti melakukan pelatihan-pelatihan agar mereka dapat memproduksi garam yang banyak dan bermutu,†katanya.
Syukurullah (33), salah seorang petani garam di Desa Cot Brek, Kecamatan Simpang Tiga, Pidie, mengatakan produksi garam yang dilakukan pihaknya secara manual. Ada dua macam garam yang diproduksi.
Yakni, garam kebutuhan rumah tangga dan garam untuk kebutuhan industri. Setiap hari ungkap Syukurullah, pabrik garam tempatnya bekerja tersebut mampu memproduksi rata-rata enam hingga delapan ton. “Kecuali kalau musim hujan, kami libur panjang,†katanya.
Hasbi (63), seorang pengusaha garam di Desa Cot Brek, Kec. Simpang Tiga, Pidie, juga mengatakan pihaknya tidak mengetahui adanya terjadi kelangkaan garam. Sebab, hampir setiap hari kecuali musim hujan pihaknya tidak henti-hentinya memproduksi garam. Baik itu garam rumah tangga maupun garam untuk kebutuhan industri.
Kendalanya sebut dia, dalam memproduksi garam itu adalah persoalan kayu bakar. Kayu bakar berupa balok harganya lebih mahal, mencapai Rp 400.000 per truk ukuran sedang. “Nah kendalanya hanya pada kayu, kadang kayu langka atau harganya lebih mahal itu terkadang jadi kendala bagi kami. Kalau hujan jelas itu faktor alam,†katanya lagi.
Kabid Perdagangan Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM, Pidie, Idham, mengatakan pihaknya sudah melakukan pemantauan terhadap kelangkaan garam di daerah itu. “Kita sudah melakukan pemantauan terhadap isu kelangkaan garam. Di Pidie secara umum stok garam normal meski terjadi lonjakan harga, tetapi lonjakan ini pun masih dalam batas normal,†tutupnya. (wol/aa/bm/data1)
Editor: Agus Utama
Discussion about this post