MEDAN, WOL – Persoalan Pasar Timah terus berlanjut. Pasalnya, Pemerintah Kota Medan dianggap setengah hati dalam melakukan penyelesaian silang sengketa antara warga dengan pengembang Pasar Timah.
Pemko Medan juga dianggap berpihak kepada pengembang lantaran secara tak langsung merestui pembangunan meski tanpa dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sebelumnya, pihak Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan yang kini menjadi Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Penataan Ruang (PKP2R) sudah mengelurkan rekomendasi untuk melakukan pembongkaran bangunan itu, tapi hingga kini tak juga ada realisasi.

Tak kunjung selesainya persoalan tersebut, membuat berang anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan, Brilian Moktar. Ia pun meminta agar revitalisasi Pasar Timah dihentikan.
“Kita tegaskan, Wali Kota Medan harus segera melakukan pembongkaran, karena memang pengembang tidak mampu menyelesaikan apa yang diminta surat tersebut. Ini sangat meresahkan rakyat, menganggu jalur hijau,†ketusnya, kemarin.
Jika terkait permasalahan Pasar Timah tidak diproses oleh Wali Kota Medan dan kepolisian, maka hukum sudah dikangkangi. “Kita sangat miris melihat kondisi ini, sepertinya ada indikasi membuat rakyat antara satu dan lain berseteru. Kapolrestabes Medan dan Kapolsek harus ambil langkah,†imbuhnya.
Terkait soal ini, sudah beberapa kali menyuarakan hal ini. Tetapi, ironisnya pemerintah berdiam saja. “Apakah ini sudah tidak ada pemerintah lagi. Apakah Pemko Medan sudah ditutup. Apabila terjadi sesuatu di lapangan. Jangan salahkan kita dan kita disalahkan,†bebernya.
Ditambahkan, Hak Penggunaan Lahan (HPL) juga belum resmi dikeluarkan, hingga saat ini, Pasar Timah adalah pasar tradisional yang resmi. Mengapa begitu, karena hingga saat ini pedagang masih dikenai retribusi oleh PD Pasar.
Brilian sendiri mengaku tak pernah menghambat pembangunan asalkan pengembang menaati peraturan yang berlaku.
“Silahkan membangun asalkan sesuai dengan surat edaran Wali Kota Medan. Tapi sayangnya tidak sesuai dengan surat edaran Wali Kota Medan dan memakai jalur hijau yang memang sudah jelas dilarang untuk digunakan,” terangnya.
Terkait Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) tambahnya, perlu dipertanyakan apakah ini sudah diuji. Di lapangan ada tiga parit, yakni parit induk, parit umum dan parit warga. “Parit induk 2 meter lebar dan 2 meter dalam. Luas tanah 8,9 meter, panjang 160 an meter. Lahan sebenarnya cuma 8,9 meter. Itupun dikurang 1 meter. Berarti tinggal 7,9 meter. Bangunan apa yang bisa dibuat di sana. Kalau kita lihat bangunan di brosur sangat muluk-muluk. Dikhawatirkan lain gambar berbeda lain hasil. Saya minta camat dan lurah jangan tinggal diam. Sampai hari ini tidak ada laporan dari pengembang atau pengusaha. Brosur yang dibagikan juga sudah berubah-ubah,†ucapnya.(wol/mrz)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post