
JAKARTA – Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan status darurat militer selama 60 hari di Kota Marawi. Kebijakan ini merupakan buntut bentrok bersenjata antara tentara pemerintah dengan kelompok militan yang berbasis di Maute, Mindanao.
Meski suasana genting, Dirjen PWNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Lalu Muhammad Iqbal, memastikan tujuh warga negara Indonesia (WNI) di Mindanao dalam keadaan aman. Ketujuh WNI itu masih menjadi sandera kelompok militan Abu Sayyaf di pulau bagian selatan Filipina tersebut.
“Sejauh ini tujuh sandera dalam keadaan baik. Komunikasi dan upaya pembebasan terus berlangsung. Harapan kita status darurat militer di Mindanao ini tidak mempengaruhi kondisi para sandera WNI,” ujar Iqbal dalam pernyataan resminya, Rabu (24/5/2017).
Iqbal menyebut, saat ini kondisi di Mindanao secara umum normal. Pertempuran itu sendiri terkonsentrasi di sekitar Marawi.
“Marawi bukan daerah konsentrasi WNI,” tuturnya.
Pada Selasa 23 Mei, ratusan kelompok militan Abu Sayyaf dan Maute melakukan penyerangan di Kota Marawai, Pulau Mindanao. Mereka menguasai kota dengan 200 ribu penduduk itu.
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana, seperti dilansir Time mengatakan, serangan di Marawi digawangi kelompok Abu Sayyaf dan Maute. Ia mengimbuhkan, satu anggota polisi dan dua tentara Filipina tewas dalam peristiwa tersebut.
Korban juga jatuh dari pihak militan. Namun mereka terus menduduki kota yang terletak sekira 830 km dari Manila dan mayoritas dari 200 ribu penduduknya adalah muslim. Listrik terputus, dan Kota Marawi dalam kekacauan.
Penjuru kota gelap, dan penembak jitu Maute di mana-mana,” ujar Lorenzana dalam konferensi pers di Moskow, dan juga disiarkan secara langsung di Filipina.
Akibat situasi tersebut, Duterte pun mempersingkat kunjungannya di Rusia. Sebelumnya, ia diagendakan berada selama empat hari di Negeri Beruang Merah tersebut.
Discussion about this post