MEDAN, WOL – Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Pelayanan Publik Sumatera Utara (LKPPSU) Joharis Lubis, mengkritik berbagai kebijakan pihak sekolah yang melalui Komite Sekolah yang sengaja dibentuk
Joharis Lubis menyebutkan, dengan beralihnya Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sejak 1 Januari 2017 ke Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), harus ada regulasi baru. Yakni Peraturan Gubernur (Pergub) untuk mengatur tentang Komite Sekolah, guru honor dan gaji honor di SMA dan SMK.
“Setelah pemerintah mengalihkan perubahan UU 32 ke UU 23 tahun 2014 tentang pelimpahan kewenangan pelimpahan SMA dan SMK ke provinsi, seharusnya pemerintah yakni Gubernur Sumut melalui Dinas Pendidikan Sumut membuat aturan baru, dengan mengadopsi permen tersebut, ditambah lagi saat ini sudah dibentuk Saber Pungli,” ujar Joharis kepada Waspada Online, Rabu (8/3).
Dikatakan, seharusnya ada Pergub yang mengatur tentang kinerja Komite Sekolah dan aturan aturan lain seperti perekrutan guru honor dan gaji guru honor, dan harus ada pengawasan untuk itu.
“Sekarang ini yang terjadi Komite Sekolah selalu mengutip uang dari siswa, satu sisi tidak boleh mengutip, di sisi lain sekolah butuh dana untuk mengembangkan sekolah. Jadi sekolah harus bagaimana, makanya harus ada Pergub yang mengatur,” kata Joharis.
Khusus soal konerja Komite Sekolah di SMA dan SMK yang saat ini sering melakukan pengutipan-pengutipan yang tak jarang menimbulkan keresahan orang tua siswa, Joharis membenarkan, memang terkadang tindakan Komite Sekolah sering di luar koridor.
“Dulu sebelum Komite Sekolah, BP3 namanya, setelah itu ada undang-undang nomor 22 tahun 2002, ada pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, tukar nama atau tukar baju saja,” kata Joharis.
Dalam aturan yang ada, kata Joharis, Komite Sekolah sebagai perwakilan orang tua siswa untuk memutuskan penggunaan dana BOS dan DAK sekolah, untuk pembangunan dan kemajuan sekolah.
“Di tengah perjalanan, ada yang membelok-belokkan kerja komite, dengan melakukan pengutipan-pengutipan di sekolah. Seperti pengutipan uang perpisahan, pengutipan uang ujian, uang rekreasi, pengutipan ulang tahun guru. Macam-macamlah yang diluar dari koridor Permendiknas nomor 22 itu,” terang Joharis.
Lanjut Joharis, di dalam Permendiknas disebut tugas komite adalah bagaimana bisa membantu memutuskan untuk membangun sekolah bukan melakukan pengutipan.
“Bahkan komite bisa melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam rangka kemajuan sekolah. Misalnya dalam rangka kebutuhan komputer, komite bisa mencari bantuan-bantuan apakah itu CSR, atau bentuk kerjasama-kerjasama, bukan melakukan pengutipan- pengutipan terhadap siswa atau orang tua siswa seperti yang terjadi selama ini,” papar Joharis yang juga pernah manjadi staf ahli DPRD Sumut tersebut. (wol/rdn/data2)
Editor: Agus Utama
Discussion about this post