
JAKARTAÂ – Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, yang akan menjadi landasan hukum Pemilu 2019 tengah dibahas bersama pemerintah dan DPR. Salah satu poin yang menjadi pembahasan serius yakni penerapan presidential threshold bagi partai politik, yang ingin mengusung calon presiden dan wakil presiden.
Pengamat politik Hendri Satrio mengatakan penerapan ambang batas untuk pencalonan presiden dan wakilnya itu justru mengekang hak para pemilih atau rakyat Indonesia dalam menentukan pemimpinnya. “Agar rakyat bebas memilih pemimpinnya sebaiknya presidential threshold dibebaskan saja,” kata Hendri saat dihubungi Okezone, Selasa (31/1/2017).
Menurut Hendri, tak diterapkannya presidential threshold akan semakin banyak kandidat potensial yang ikut berkompetensi. Hal tersebut dinilai bakal meningkatkan partisipasi dan kedewasaan politik masyarakat Indonesia. “Kan makin banyak calon makin bagus,” ujarnya.
Namun, Hendri mengingatkan, meski banyak calon yang akan muncul, partai politik wajib memperhatikan proses seleksi dalam menetapkan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019, yang akan digelar berbarengan dengan pemilihan legislatif.
“Tapi kualitas calon harus diperketat ya. Jadi rakyat lebih enak saat memilih,” tutupnya.
Sekadar diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas revisi Undang-Udang (RUU) Pemilu melalui Panitia Khusus (Pansus). Dalam draft yang dibahas salah satunya adalah pemberlakuan ambang batas (presidential threshold) untuk pengajuan calon presiden dan wakil presiden.
Namun, pemberlakukan presidential threshold dinilai keliru lantaran Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk pemilu legislatif dan presiden 2019 digelar secara serentak. Seluruh partai politik pun berhak untuk mengusung calon presiden dan wakilnya.
Discussion about this post