MEDAN, WOL – Imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penghapusan dana Komite Sekolah menuai berbagai tanggapan dari lembaga pendidikan, tak terkecuali Pemerintah Kota Medan. Dana Komite Sekolah selama ini dianggap berperan penting guna menunjang aktivitas belajar mengajar di semua tingkatan sekolah.
SMK Negeri 9 misalnya, yang pada prinsipnya mendukung segala kebijakan pemerintah terkait imbauan KPK yang meminta penghapusan Dana Komite Sekolah guna mengevaluasi segala kemungkinan penyalahgunaan peruntukan Dana Komite Sekolah tersebut. “Kami sangat mendukung kebijakan itu, namun kami mengharapkan ada solusi terbaik mengenai bagaimana nasib sekolah kejuruan jika Dana Komite dihapuskan,” kata Kepala SMKN 9, H Sakti Siregar SPd MPd saat berbincang dengan Waspada Online, Kamis (8/12).
Dikatakan Sakti, sebagai sekolah kejuruan, ada yang harus menjadi perhatian khusus terkait sistem pembelajaran untuk teori yang menggunakan ruang belajar hanya 30 %, sedangkan 70 % lainnya dihabiskan di ruang praktik yang setiap saat memerlukan bahan/barang agar kegiatan praktikum dapat terlaksana.
“Hal itu membutuhkan dana yang harus tersedia kapan saja. Dana Komite Sekolah selama ini menjadi solusinya. Sebab jika menunggu dana per termin, caturwulan atau per semester, maka kegiatan praktikum dapat terkendala karena menunggu kucuran dana,” ujar Sakti.
Selain itu, semua pihak termasuk Pemerintah Kota Medan sendiri harus memaklumi, di sejumlah sekolah negeri masih banyak terdapat guru honorer. “Segala biaya guru honor selain dari untuk kegiatan praktikum siswa ditanggung oleh Komite Sekolah. Sehingga jika dana Komite Sekolah dihapuskan, maka akan besar dampaknya. Itu yang kami sesalkan,” ungkap Sakti lagi.
“Kami mengusulkan agar biaya untuk guru honor bisa ditanggung APBN, bukan APBD. Jadi para guru honor ini bisa terlindungi. Minimal gajinya pasti, meskipun tidak mendapat berbagai tunjangan seperti guru PNS. Kami percaya Wali Kota Medan dan Wakilnya punya kebijakan cemerlang mencari solusi terkait hal ini,” ucap Kepsek yang menjabat sejak 2010 ini.
Jika operasional sekolah termasuk guru honor ditanggung APBD, kata Sakti, dikhawatirkan sulit terlaksana sebab keterbatasan dana di daerah satu dengan lainnya berbeda-beda. “Kiranya juga semua pihak dapat memahami bahwa menjadi seorang guru tidaklah bisa dikerjakan sebagai sampingan, kalau kita berbicara jauh soal kemajuan dunia pendidikan,” jelasnya.
“Masih ada guru yang berprofesi sebagai supir, jualan sayur bahkan penarik becak. Ini akan menjatuhkan wibawa seorang guru. Sehingga kami sangat berharap, guru bisa bekerja menjadi fokus utama dalam mendidik siswanya di sekolah. Kenyataan bahwa guru honor di sekolah negeri maupun swasta masih ada yang menerima gaji di bawah Rp500 ribu,” jelas Sakti lagi.
Sakti mengajak semua pihak bergandengan tangan memajukan dunia pendidikan yang mampu menciptakan generasi muda yang unggul. “Pemerintah harus turut memperhatikan nasib tenaga pendidik yang tulus bekerja. Kita hilangkan dari hati kita menjadi pemerhati pendidikan sesaat yang sewaktu-waktu berbuat dengan seleranya sendiri dengan tujuan tertentu,” tutupnya. (wol/ags/data1)
Editor: Agus Utama
Discussion about this post