BANDA ACEH, WOL – Ombudsman RI Perwakilan Aceh mengaku banyak menerima aduan masyarakat terkait masih banyaknya pemungutan liar di ranah pendidikan di daerah itu.
Demikian dikatakan Kepala Perwakilan Ombudsman Aceh, Taqwaddin Husin, dalam kajian kebijakan publik pendidikan gratis melalui Focus Group Discussion (FGD) di The Pada Hotel, Banda Aceh, baru-baru ini.
Menurutnya, diskusi publik tentang pemungutan liar itu diadakan karena banyaknya pengaduan masyarakat kepada Ombudsman tentang pemungutan liar. Dia merincikan, dari 207 pengaduan yang diterima Ombudsman dari masyarakat, 34 di antaranya adalah pengaduan pungutan liar.
“34 pengaduan itu bukan 34 orang yang jadi korban, tapi ada ribuan, cuma yang lapornya satu orang,” kata Taqwaddin menambahkan penyelenggaraan diskusi publik itu juga bahan evaluasi proses peningkatan kualitas pendidikan Aceh dan bebas dari pungutan liar di ranah pendidikan Aceh.
“Anggaran pendidikan Aceh cukup besar tapi kompetensi guru di urutan 32 nasional, sedangkan kualitas pendidikan murid di urutan 28 atau 29, itu patut dipertanyakan,” kata Taqwaddin.
Sementara itu, Dr Kismullah mengatakan ada beberapa kendala pendidikan Aceh. Pertama dana bos tidak ter-cover misal terhadap perawatan gedung dan lain-lain. Kedua, perlakuan diskriminasi antara sekolah yang dikelola Kementerian Agama dan sekolah yang dikelola Pemerintah Daerah. Ia meminta agar pemerintah memantau dan mengawasi pungli di sekolah. Selain itu, para kepala sekolah lebih hati-hati menjalankan tugasnya terkait dana BOS.
“Harus ada upaya memberdayakan BOSDA untuk menutup pengurangan dana BOS. Aturan mengisyaratkan bahwa pendidikan tidak dibenarkan pungutan,†ujarnya lagi.
Kecuali itu timpal, Sayuti Aulia mengatakan sekolah agama banyak ditemukan pungutan. “Indikasi pungli, seperti pengadaan baju batik, uang pengambil ijazah dan lain-lain,†ujar Ketua Kobar GB tersebut.
Menanggapi pernyataan yang mengatakan sekolah agama paling banyak pungli, Kasie di Kakanmenag Lhokseumawe, Wildani mengatakan pemerintah daerah harus membantu pembiayaan operasional sekolah tanpa membedakan sekolah yang dikelola kemenang atau pemda.
Dikatakan, adanya pengutipan di sekolah agama karena sekolah Kemenag tidak mendapatkan BOSDA, sehingga dana yang tidak cukup untuk biaya operasional dilakukan pemungutan biaya tambahan. Perwakilan Sekolah Fajar Harapan, Yuliati, mengatakan dana BOS tidak tercover untuk boarding school, sehingga dilakukan pemungutan atas kesepakatan komite.
Nasir Usman, Kepala Lab School Unsyiah, menyebutkan political will pemerintah belum ada terkait pendidikan gratis, dikarenakan ada hal-hal yang tidak ter-cover dana BOS.
“Harus ada subsidi silang untuk mengatasi siswa yang mampu dan tidak mampu,†ujarnya. (wol/aa/wsp/data3)
Editor: AUSTIN TUMENGKOL
Discussion about this post